Bondowoso
Pupuk Bersubsidi Langka, Ketua Fraksi PDI-Perjuangan Bondowoso sebut Ada Mafia Pupuk
Memontum Bondowoso – Ketua Fraksi PDI-Perjuangan DPRD Bondowoso, Bambang Suwito, menyebut ada dugaan mafia dalam pendistribusian pupuk bersubsidi bagi para petani. Dirinya mengatakan, bahwa kelangkaan pupuk yang terjadi bukan hal klasik. Karena, ini berkaitan dengan hasil produksi pangan hingga subsidi pupuk sekitar Rp 30 triliun pertahunnya.
“Fakta di lapangan, itu petani kebingungan mendapat pupuk bersubsidi. Kalaupun ada yang harus dibeli, itu dengan harga mahal. Padahal, yang dibeli itu adalah pupuk berlabel subsidi,” ujar Bambang, Selasa (23/08/2022) tadi.
Itu artinya, kata Bambang, kios pupuk sudah menjadi bagian dari jaringan mafia pupuk. “Banyak petani tidak tahu, berapa jatah pupuk subsidi yang mereka dapat dari pemerintah. Karena selama ini, PPL Pertanian maupun kios tidak transparan,” ujar BK-sapaannya.
Baca juga :
- Kelanjutan Proyek WTP, Sekda Kota Malang Tegaskan Tunggu Persetujuan Lingkungan
- DPC PKB Trenggalek Kuatkan Konsolidasi Pemenangan Pilgub dan Pilbup 2024
- Pendapatan Pajak Kota Malang Triwulan III Lampaui Target, PBJT Mamin dan BPHTB di Angka Lebih 60 Persen
- Masa Kampanye Pilkada 2024 Bakal Jadi Perhatian Operasi Zebra Semeru
- Sekda Kota Malang Soroti Tingginya ASN Muda yang Tidak Lolos BI Checking di Pengajuan Kredit Perumahan
Ditambahkannya, ketika pupuk bersubsidi didistribusikan, tidak satupun pun petani yang mengetahui jatahnya. Saat petani datang ke kios pupuk membawa KTP, dengan mudah dikatakan tidak terdaftar sebagai penerima pupuk subsidi.
Disebutkannya, malah para petani mendapat penawaran pupuk, tapi harganya lebih mahal. Karena sangat membutuhkan pupuk, petani dengan terpaksa membelinya. Laporan kios atas penjualan pupuk bersubsidi, diduga palsu, karena setelah dilakukan kroscek ke petani, mereka tidak pernah menebus.
“Menurut perkiraan saya, pupuk bersubsidi yang terdistribusikan kepada petani itu hanya sekitar 10 sampai 20 persen. Jadi, atas kenakalan mafia pupuk bersubsidi ini, negara sudah dirugikan sekitar Rp 24 triliun pertahun,” ujarnya. (zen/gie)