SEKITAR KITA

Retribusi Pasar Naik Signifikan, Ratusan Pedagang Gelar Aksi Damai di Pendopo Trenggalek

Diterbitkan

-

RETRIBUSI: Aksi damai ratusan pedagang tolak kenaikan retribusi. (memontum.com/mil)

Memontum Trenggalek – Ratusan pedagang dari beberapa pasar tradisional di Kabupaten Trenggalek, menggelar aksi damai menolak kenaikan retribusi. Sedikitnya, ada sekitar 500 pedagang yang melakukan aksi unjuk rasa di depan Pendopo Manggala Praja Nugraha, yang mana sebelumnya mereka berjalan kaki dari Pasar Burung Kelurahan Surondakan menuju Pasar Pon Trenggalek dan dilanjutkan menuju ke Alun-Alun Trenggalek dan berhenti di depan Kantor Bupati Trenggalek.

Dalam aksinya, massa atau pedagang menyampaikan rasa keberatannya atas kenaikan retribusi pasar, yang hampir menyentuh angka 400 persen sesuai Perda No.5 tahun 2024. Karena, kenaikan itu menurut pedagang cukup memberatkan bagi mereka. Pedagang menuntut, agar kenaikan tarif retribusi ini diturunkan dengan kenaikan tarif retribusi yang ditolerir sebesar 30 persen.

Menerima dan menanggapi aksi damai para pedagang pasar, Wakil Bupati Trenggalek, Syah Natanegara, menyambutnya dengan cara humanis dan menyebut jika aksi para pedagang merupakan bentuk cek and balencing. “Kenaikan retribusi ini tidak berlaku ke seluruh pedagang, melainkan hanya berlaku kepada pedagang kios. Untuk los dan pelataran, masih sama. Cuma yang membedakan, bila biasanya ditarik karcis tiap hari Rp 300 perhari permeter persegi. Dan sekarang, ditarik bulanan atau tiga bulan sehingga kelihatannya lebih banyak,” kata Wabup Syah, saat dikonfirmasi, Senin (06/05/2024) tadi.

Sedangkan kenaikan, ujarnya, lebih kepada tarif kios yang sebelumnya Rp 100 perhari permeter persegi disesuaikan menjadi sekitar Rp 350 perhari permeter persegi. Sehingga, kelihatan besar hingga hampir mencapai 400 persen. Sedangkan tarif Rp 100, itu sudah berlaku selama 12 tahun dan belum dirubah sama sekali hingga tarif baru pada Perda No.5 tahun 2023.

Advertisement

“Kedepannya, masukan ini akan kami perhatikan karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Masalah mendasar Perda ini, terakhir Perda tahun 2023. Usianya juga sudah 12 tahun, semenjak itu belum pernah ada perubahan retribusi, padahal inflasi sudah sangat luar biasa,” imbuhnya.

Mantan anggota DPRD Trenggalek ini juga turut berterima kasih, atas antusiasme para pedagang di Trenggalek. Bahkan, mereka rela berpanas-panasan saat menyampaikan aspirasi itu. Kedepannya, hal itu akan menjadi salah satu evaluasi Pemerintah Daerah dalam mengambil kebijakan.

“Seperti yang sama-sama kita tahu, tidak ada tindakan yang merugikan semua pihak. Jadi, kita akan berupaya untuk mencari solusi yang terbaik untuk pedagang-pedagang yang ada di pasar Kabupaten Trenggalek,” kata suami Fatihatur Rohmah ini.

Masih jelas Wabup Syah, yang mendasari kenaikan retribusi pasar ini adalah Perda No. 5 tahun 2023. Ada Perda sebelum Perda ini disahkan, Perda terakhir yang menjadi acuan Perda No.5 tahun 2005 dan Perda tahun 2012 atau sekitar 12 tahun. Sehingga ketika ada penyesuaian tarif, hal itu menimbulkan gejolak di lapangan.

Advertisement

Menurutnya, gejolak itu terjadi dikarenakan sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah kurang begitu maksimal. Sehingga, menjadikan sedikit gejolak. “Ini menjadi masukkan bagi kita dan akan kita tampung. Sesuai tuntutan pedagang pasar akan kita sesuaikan lagi. Kalau perlu akan kita evaluasi dan lebih kita sosialisasikan lagi,” ujarnya.

Baca juga :

Dikonfirmasi terpisah, salah satu pedagang mengatakan jika kenaikan tarif pajak yang diberlakukan oleh Pemerintah Daerah sangat memberatkan. Pedagang merasa tidak mampu untuk membayar besaran pajak retribusi yang naik sangat tinggi.

“Setelah dihitung, kenaikan retribusi itu sekitar 380 dan hampir 400 persen. Ya kalau mau dinaikkan silahkan, tapi jangan yang memberatkan pedagang. Kita tahu jika saat ini pasar-pasar tradisional itu kalah sama market place. Makanya, kalau retribusi mau dinaikkan ya tidak apa-apa, asal tidak terlalu tinggi,” papar Sumarto.

Dalam tuntutannya, para pedagang meminta agar Pemerintah Daerah menurunkan kenaikan retribusi dan sewa kios pasar tradisional dari sekitar 300 persen menjadi 30 persen. Namun, apabila tuntutan para pedagang itu tidak diterima atau tidak dikabulkan oleh Pemkab Trenggalek, maka para pedagang akan melakukan aksi dengan jumlah masa lebih banyak. Selain itu, selama retribusi belum diturunkan, maka para pedagang tidak akan membayar retribusi.

Advertisement

“Intinya kalau tuntutan kita tidak dikabulkan, ya kita akan membuat aksi lebih besar lagi. Dan kalau Pemerintah Daerah tetap tidak mau menurunkan kenaikan retribusi itu, ya pasar-pasar ditutup saja tidak usah ada pasar. Kami tidak masalah,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Komindag Trenggalek, Saniran, menambahkan jika pasar itu ada tiga obyek yakni pelataran, los dan kios. Pada Perda lama, los itu tidak sama, rata-rata Rp 300 an permeter persegi perhari. Kalau kios, rata rata di Perda lama masih Rp 100 permeter persegi perhari. Atas dasar itu, di PP No. 35 Pasal 33, dalam penyusunan tarif harus mengacu prinsip salah satunya azas keadilan.

“Makanya kalau tadi disebut los itu sudah Rp 300 rupiah permeter persegi perhari sedangkan kios Rp 100 permeter persegi, maka di Perda baru ini untuk kios ini dinaikkan sedikit di atas los. Sehingga, ada yang di atas Rp 350,” ujar Saniran.

Pergeseran angka dari Rp 100 menjadi Rp 350 inilah, ujarnya, yang menjadikan kelihatan 300 atau 400 persen. Pada dasarnya kalau ditinjau dari itu, sebetulnya pemanfaat kios dari dahulu lebih rendah daripada los yakni Rp 300 banding Rp 100. Hanya perbedaannya, kalau sebelumnya penarikan retribusi los memakai karcis setiap hari, sehingga tidak terasa. Dan nanti retribusi hanya ditarik setiap sebulan dengan perhitungan 1 tahun.

Advertisement

Sementara yang kios, sambung Saniran, sejak dahulu sudah perhitungan satu tahun, ditarik tiga bulan atau 30 hari. Sehingga, setornya memang kelihatan agak tinggi. Misalnya Rp 50 ribu perbulan sedangkan los Rp 300 perhari, karena inilah menjadi terlihat besar.

“Pada dasarnya, penarikan retribusi ini sudah disesuaikan dengan pedagang. Kalau pedagang pasaran dikalikan pasaran artinya tidak setiap hari, sedangkan yang dagangnya setiap hari maka pengaliannya setiap hari,” paparnya. (mil/sit)

Advertisement
Click to comment

Tinggalkan Balasan

Lewat ke baris perkakas