Jember
Sidak Tambang Batu Kapur Gunung Sadeng, Sekda Jember dan Komisi B Temukan Banyak Kecurangan
Memontum Jember – Pemerintah Kabupaten Jember serius dalam menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD) tambang batu kapur di Gunung Sadeng, Kecamatan Puger. Keseriusan itu, dibuktikan dengan terus melakukan pemantaun kinerja perusahaan penambangan yang hingga kini masih beroperasi tersebut.
Pasca Bupati Jember, Hendy Siswanto, pada November 2021 memimpin pemasangan papan kepemilikan lahan Gunung Sadeng oleh Pemkab Jember, Sekertaris Daerah (Sekda) juga sempat memanggil sebanyak 16 perusahaan untuk evaluasi dan inventarisasi dalam rangka percepatan tata kelola Gunung Sadeng.
Sebagai tindak lanjut pasca pertemuan dengan para pengusaha, Sekertaris Daerah, Mirfano, dengan Ketua Komisi B, Siwono serta sejumlah pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) melakukan Sidak langsung di lokasi, Senin (21/02/2022).
Dalam Sidak tersebut, Mirfano dan pimpinan OPD, menemukan fakta-fakta mencengangkan. Seperti saat berada di lokasi yang ditambang oleh PT Bangun Arta.
Saat di titik pertama, ternyata selama ini PT Bangun Arta menduduki wilayah lahan yang Hak Pengelolaan Lahan (HPL) atas nama PT Pertama Mina, PT Usfi Pulung Kencana dam CV Guna Mulya/Gina Abadi seluas total sekitar 57 Ha. Dari total lahan yang diduduki, lahan seluas kurang lebih 18 ha masuk dalam lahan yang telah disertifikasi oleh Pemkab, tertuang pada sertifikat nomor 45 dan 14.
“Ada wewenang perusahaan yang berbeda dari HPL yang kita berikan, ini membingungkan kita makanya akan kita minta penyesuaian. Adanya temuan HPL yang dikeluarkan sejak tahun 2015 tapi sampai sekarang tidak dikerjakan inikan jauh dari azas kemanfaatan. Kita akan evaluasi,” ujar Mirfano.
Dengan lahan seluas itu, kemampuan penambangan PT Bangun Arta sekitar 450 ton per hari. Namun setoran pajak restibusi mereka hanya sekitar Rp 127 juta di tahun 2021, yang disetor ke kas Disperindag Jember, bukan ke Kasda melalui Bapenda (Badan Pendapatan Daerah). “Ketentuannyakan ke Kasda, sekarang sudah self assesment, menghitung sendiri, membayar sendiri. Tugas Pemkab kan hanya mengawasi,” tegasnya Sekda.
Fakta ini mengejutkan Mirfano dan Ketua Komisi B, Siswono. Mereka semakin heran setelah melihat dokumen-dokumen pembayaran restibusi yang hanya ditandatangani salah satu pejabat Disperindag bernama Widodo Julianto.
Baca juga :
- Kelanjutan Proyek WTP, Sekda Kota Malang Tegaskan Tunggu Persetujuan Lingkungan
- DPC PKB Trenggalek Kuatkan Konsolidasi Pemenangan Pilgub dan Pilbup 2024
- Pendapatan Pajak Kota Malang Triwulan III Lampaui Target, PBJT Mamin dan BPHTB di Angka Lebih 60 Persen
- Masa Kampanye Pilkada 2024 Bakal Jadi Perhatian Operasi Zebra Semeru
- Sekda Kota Malang Soroti Tingginya ASN Muda yang Tidak Lolos BI Checking di Pengajuan Kredit Perumahan
Hal berbeda saat rombongan sampai di lokasi yang HPL nya atas nama PT Mahera Jaya. PT Mahera menguasai 6,8 Ha, namun tidak mampu mengoptimalkan pengelolaan justru pengelolaannya dilakukan oleh CV Panen Raya.
Berdasarkan penelusuran, CV Panen Raya selama ini telah membayarkan bagi hasil kepada PT Mahera Jaya antara Rp 90 juta hingga Rp 100 juta. Namun setoran pajak restribusinya hanya Rp 44 juta, sehingga ada ketimpangan-ketimpangan jumlah setoran restribusi atau PAD.
“Ada fenomena CV Panen Raya ini lengkap azas nyatanya. Ada peralatannya (pengolahan) ada truknya sarana perasarananya tetapi dia tidak punya HPL di kerjasama dengan PT Mahera. Tapi entah bagaimana kerjasama setoran PAD Mahera ini hanya Rp 44 juta pada 2021,” sebut Mirfano.
Agar tidak ada lagi perusahaan yang memainkan setoran restribusi, Pemkab akan memanfaatkan teknologi informasi seperti memasang CCTV yang terkoneksi dengan server milik Pemkab Jember.
Selain temuan tersebut, ada temuan praktek caplok mencaplok lahan, seperti yang dilakukan PT SBS terhadap PT Mada Karya, PT Vijay Titan Internasional terhadap lahan KSU Puger Rahayu dan PT Gunung Kelabat terhadap CV Agung Perkasa.
Ada pula temuan penambangan yang tidak sesuai dengan Jamrek (reklamasinya). Seperti di lokasi yang dikuasai PT Indo Lime Mitra Prima. Di lokasi tersebut terlihat kerusakan parah berupa cekungan berkedalaman lebih 10 meter.
Rombongan juga menemukan fakta-fakta adanya pemasangan patok-patok tak bertuan atau liar. Terbukti saat dikonfirmasi ke Kepala Disperindag, Bambang, mengaku tidak tahu siapa yang memasang patok-patok tersebut. Patok-patok tersebut akhirnya dibongkar oleh petugas Satpol PP yang juga ikut pada Sidak tersebut.
Untuk diketahui setoran pajak restribusi perusahaan penambang Gunung Sadeng ke Kasda pada tahun 2021 hanya Rp 4,9 miliar. Setoran terbesar dari PT Imasco Tambang Raya produsen semen Singa Merah sebesar kurang lebih Rp. 3,8 miliar sedangkan sisanya setoran dari 8 perusahaan.
Sementara itu Ketua Komisi B, Siswono mengatakan banyaknya temuan kecurangan saat Sidak tersebut, karena ketidak hadiran Pemkab Jember untuk mengawasi dan memantau asetnya. “Selama ini (perusahaan pemegang) HPL sering dialihkan. Mereka brokeran (menjadi makelar). PAD ini kemana? Sementara perusahaan pengelola ini memberikan profit (keuntungan) kepada pemegang HPL Ini yang dirugikan Pemkab Jember,” katanya.
Lebih jauh, dengan keseriusan Pemkab Jember untuk mengelola secara optimal dengan melakukan penertiban semua izin dan HPL, Siswono optimis PAD dari sektor tambang batu kapur bisa lebih dari Rp 300 miliar. Terlebih jika ke depan ada badan usaha milik daerah yang khusus untuk mengelola pemandangan Gunung Sadeng. (rio/gie)