Sumenep
Solar Langka, Pulau Sapeken Gelap Gulita, Ekonomi Nelayan Lumpuh Total
Memontum Sumenep – Nasib masyarakat Pulau Sapeken, Kecamatan Sapeken, Kabupaten Sumenep, akhir-akhir ini benar-benar menyita perhatian publik. Itu lantaran selama nyaris satu minggu belakangan ini sudah kesulitan mendapatkan BBM jenis solar. Akibatnya, kelangkaan BBM itu berdampak buruk terhadap sektor perekonomian masyarakat pulau Sapeken.
Keluhan itu diungkapkan oleh Latief, 40, warga Desa Tanjung Keok, Kecamatan Sapeken. Dia mengaku kesulitan dalam mencari nafkah buat keluarganya. Pasalnya, mata pencaharian utama warga Pulau Sapeken itu melaut. Karena kehidupannya di laut mencari ikan, praktis tanpa ada solar, perahu nelayan tak bisa berlayar. Hal itu lah yang mengakibatkan ekonomi masyarakat pulau ini lumpuh total.
“BBM jenis solar itu sudah jadi nyawa kami, rakyat pulau. Tanpa BBM, hidup kami bisa sengsara. Karena rakyat kecil macam kami ini kehidupannya di laut. Sarana di laut itu ya perahu atau kapal. Tanpa solar, perahu bersandar tak bisa berlayar. Terus keluarga kami mau makan dari mana? Kan penghasilan utama warga disini itu ya melaut, mencari ikan. Kalau sudah langka, harga solar bisa mencapai Rp 15.000 – 20.000 per liter, itu pun kalau ada,” katanya sedih.
Dia hanya berharap pada pemerintah, untuk membantu dan mengatasi kelangkaan BBM jenis solar ini. Selaku nelayan, dia tidak tahu pasti apa penyebab kelangkaan dari BBM jenis solar itu langka. “Kami hanya butuh bantuan pemerintah, atasi kelangkaan ini, apa pun caranya,” pintanya.
Kekesalan senada juga disampaikan oleh Sairuddin, Kades Tanjung Keok, Kecamatan Sapeken, Pulau Sapeken. Menurutnya, langkanya BBM jenis solar akibat dari tidak jelasnya aturan mengenai jatah atau kuota dari BBM tersebut. Kalau dulu, masing-masing Desa dijatah BBM per desa sekitar 20 Ton BBM setiap bulannya.
“Benar, memang kelangkaan BBM jenis solar sudah berlangsung selama Sepekan. Jadi Desa kami sudah mengalami gelap gulita semenjak sepekan yang lalu. Kenapa gelap gulita? Karena lampu penerang di sini hanya mengandalkan mesin diesel. Bukan dipasok melalui PLN. Jadi ketika tidak ada BBM, otomatis lampu padam,” tandasnya.
Sairuddin mengatakan harga BBM jenis solar saat ini sudah mencapai Rp 8.500 per liter. Sedangkan harga normalnya berkisar Rp 6.500 – 7.000 per liter. Dari informasi yang dihimpunnya, kelangkaan itu lantaran aturan terkait kuota BBM sudah tidak jelas lagi. Biasanya, Desa hanya menunjukkan rekom ke Kecamatan, setelah langsung dapat pengisian BBM dari tanker Pertamina yang berlabuh di pulau ini.
“Jadi memang masyarakat pulau Sapeken itu mengisi BBM langsung ke Tanker Pertamina yang baru datang. Sebab di pulau ini belum ada SPBU maupun APMS sebagai dispenser BBM. Kalau ini dibiarkan bukan hanya pulau ini gelap gulita, tapi rakyat kecil, uatamanya nelayan tak bisa melaut, mencari ikan,” tuturnya.
Memang, kata Kades ini, diduga kuat kelangkaan akibat benyaknya pengepul yang bermain dalam distribusi atau penjualan BBM jenis solar. “Andai saja kuota itu berlaku, tentu nelayan tidak akan kesulitan mendapatkan BBM jenis solar tersebut. ini skarang meski desa sudah menunjukkan surat rekom, tetap tak dapat BBM,” keluhnya.
Anggota DPRD Sumenep Badrul Aini mengaku prihatin dengan kondisi masyarakat kepulauan. Sebab kelangkaan BBM menjadi masalah besar dalam sirkulasi perekonomian di sana. BBM langka sama saja membunuh nafkah nelayan dan warga pulau. “Untuk itu, pemerintah daerah harus gerak cepat untuk merespon terjadinya kelangkaan BBM jenis solar tersebut,” terang politisi kepulauan ini. (edo/yan)