Kabar Desa

Tanamkan Nilai Luhur Sejak Dini, Tradisi Tedak Siten di Trenggalek Masih Sering Dijumpai

Diterbitkan

-

Tanamkan Nilai Luhur Sejak Dini, Tradisi Tedak Siten di Trenggalek Masih Sering Dijumpai
KURUNGAN: Salah satu rangkaian Tedak Siten, dimana anak dimasukkan ke dalam kurungan ayam. (memontum.com/mil)

Memontum Trenggalek – Tedak Siten atau sering disebut Mitoni adalah rangkaian prosesi adat tradisional dari Tanah Jawa, yang diselenggarakan pada saat pertama kali seorang anak belajar menginjakkan kaki ke tanah. Tedak sendiri berarti turun dan Siten artinya tanah.

Bagi leluhur, upacara ini adalah wujud penghormatan pada bumi yang menjadi tempat berdirinya si kecil dengan diiringi lantunan doa. Harapannya, agar anak selalu diberikan berkah dan pertolongan selama menjalani kehidupan.

Biasanya, prosesi ini dilakukan saat anak berusia sekitar 7 hingga 8 bulan. Bagi warga masyarakat Jawa, utamanya di Kabupaten Trenggalek, tradisi Tedak Siten ini masih sering kita jumpai.

“Tradisi Tedak Siten ini memang masih sering dilaksanakan di sini (Trenggalek). Adapun rangkaian acara dalam tradisi ini memiliki makna atau arti tersendiri dalam kehidupan,” ucap salah satu warga yang dituakan, Permini (57) saat dikonfirmasi memontum.com Senin (23/05/2022) siang.

Advertisement

Dirinya menjelaskan, tradisi Tedak Siten memiliki tujuh rangkaian yang saling berkaitan. Yang pertama, anak dimandikan dengan air yang dicampur dengan kembang setaman. Diartikan agar nanti anak ini bisa membawa nama baik bagi keluarga. Dan diberikan pakaian atau baju terbaik agar nantinya si anak bisa menjalani kehidupan dengan baik dan lebih baik.

Selanjutnya, anak akan dituntun untuk berjalan di atas 7 jadah warna warni. Diantaranya warna coklat, merah, kuning, hijau, ungu, biru dan putih. “Jadah warna warni ini disediakan bukan tanpa alasan. Yang kita tahu, dalam setiap warnanya mencerminkan lambang di kehidupan ini,” imbuhnya.

Kemudian, anak dibimbing untuk menaiki tangga yang terbuat dari tebu. Sebagai simbol dari jenjang kehidupan sekaligus melambangkan pengharapan agar sifat sang anak menyerupai Arjuna.

Baca juga :

Advertisement

Dalam setiap tingkatannya, tertulis jenjang pendidikan yang nantinya akan dijalani anak tersebut. Mulai dari Paud, TK, SD, SMP, SMA, Kuliah, Kerja sampai menuju kesuksesan.

Ibu dua anak ini menuturkan, setelah itu, anak akan dibiarkan mencakar-cakar tanah dengan kedua kakinya sebagai harapan agar kelak saat dewasa si anak mampu untuk mengais rezeki.

“Setelah itu, anak dimasukkan dalam kurungan ayam. Didalamnya ada beberapa benda seperti diberi seperti uang, mainan, buku, atau makanan. Yang dipilih nanti, insyaallah itu yang akan menggambarkan potensi si anak. Biasanya di usia ini, anak dipercaya masih memiliki naluri yang kuat dalam memilih sesuatu,” jelas Emi sapaan akrabnya.

Tidak berhenti sampai di situ, rangkaian acara dalam tradisi Tedak Siten ini anak akan diberi uang logam dengan berbagai macam bunga dan beras kuning oleh sang ayah dan kakek. Untuk selanjutnya disebarkan kepada teman-temannya, sebagai lambang dan harapan agar anak diberkahi rezeki yang melimpah dan memiliki sifat dermawan.

Masih terang Emi, tradisi Tedak Siten ini pada dasarnya sarat akan kegiatan yang positif. Mengingat, dalam tahapannya terkandung nilai untuk menjalani kehidupan yang lebih baik. “Ini (Tedak Siten) juga menjadi sarana untuk mengenalkan nilai-nilai luhur tradisi Jawa kepada anak-anak. Juga bisa mendidik mereka agar selalu mawas diri dan menjadi pribadi yang berakhlak mulia,” ujar Emi.

Advertisement

Sementara itu, sebagai orang tua, Samsul (37) berharap yang terbaik untuk anak-anaknya. “Selain tradisi, Mitoni ini juga merupakan doa dan pengharapan kita sebagai orang tua agar anak-anak berakhlak baik, memiliki sopan santun dan tata krama sejak dini. Juga agar mereka bisa menjadi anak yang berguna serta sukses dimasa depan,” harapnya. (mil/sit)

Advertisement
Lewat ke baris perkakas