SEKITAR KITA
Tolak Pengesahan RKUHP, Mahasiswa Trenggalek Gelar Aksi Unjuk Rasa
Memontum Trenggalek – Sejumlah mahasiswa dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), menggelar aksi unjuk rasa menolak Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) di depan Kantor DPRD Trenggalek.
Sebagaimana diketahui, Kemenkumham RI telah melakukan konferensi pers dan menyampaikan draf RKUHP ke DPR RI. Pasal-pasal ini, dianggap mahasiswa akan merugikan rakyat karena menutup hak rakyat untuk mengkritik kinerja presiden, lembaga negara dan pemerintah.
“Hari ini sejumlah mahasiswa dari GMNI dan IMM melakukan aksi unjuk rasa ke Kantor DPRD. Sebenarnya, aksi ini tidak ada pemberitahuan di kami sebelumnya. Akan tetapi, karena kita ini wakil rakyat, maka mereka harus segera ditemui,” ungkap Wakil Ketua DPRD Trenggalek, Doding Rahmadi, saat dikonfirmasi, Jumat (02/12/2022) siang.
Nantinya, draf RKUHP itu akan dibahas oleh DPR RI. Sehingga, masukan-masukan dari masyarakat, salah satunya dari perwakilan mahasiswa di Trenggalek, ini juga harus disampaikan. “Adapun beberapa hal yang disampaikan mahasiswa di Trenggalek, diantaranya pasal terkait penghinaan terhadap Presiden RI, Joko Widodo dan pasal terkait penghinaan lembaga negara,” imbuhnya.
Menurut politisi PDI-Perjuangan ini, pasal tersebut dinilai masih baru. Dan sesuai konsep hukum yang ia pelajari, penghinaan itu berisi penistaan dan fitnah. Tetapi jika untuk lembaga negara, bentuk penghinaan ataupun penistaannya belum diketahui.
Baca juga :
- Kelanjutan Proyek WTP, Sekda Kota Malang Tegaskan Tunggu Persetujuan Lingkungan
- DPC PKB Trenggalek Kuatkan Konsolidasi Pemenangan Pilgub dan Pilbup 2024
- Pendapatan Pajak Kota Malang Triwulan III Lampaui Target, PBJT Mamin dan BPHTB di Angka Lebih 60 Persen
- Masa Kampanye Pilkada 2024 Bakal Jadi Perhatian Operasi Zebra Semeru
- Sekda Kota Malang Soroti Tingginya ASN Muda yang Tidak Lolos BI Checking di Pengajuan Kredit Perumahan
“Kalau mahasiswa bikin pamflet yang misalnya berisi DPRD menipu rakyatnya atau DPRD membodohi rakyatnya dan lain sebagainya. Jika hal-hal seperti ini ditindaklanjuti dengan laporan polisi dan sampai ditahan, tentu sangat tidak demokratis,” jelas Doding.
Pesan intinya, pihaknya sepakat untuk menolak jika penghinaan terhadap lembaga negara itu disahkan. Dirinya menegaskan, jika segala bentuk penghinaan itu setidaknya harus dengan perseorangan (individu). “Mudah-mudahan di DPR RI, nantinya pasal-pasal ini bisa dibahas dengan serius. Dan alangkah baiknya, jika pasal-pasal itu tidak disahkan,” terangnya.
Dari dahulu, sambungnya, memfitnah dan menista itu memang tidak diperbolehkan. Berbeda dengan pejabat publik yang harus menerima segala bentuk masukan dan kritikan dari masyarakat. “Dan ini sudah menjadi resiko kita menjadi pejabat publik,” tegas Doding.
Sementara itu, koordinator aksi, Mohammad Sodiq Fauzi, mengaku jika pasal-pasal tersebut bertolak belakang dengan jaminan perlindungan hak kebebasan berpendapat dan berekspresi yang tertuang dalam UUD 1945. “Tentu pasal-pasal itu bertolak belakang dengan UU dan instrumen Hak Asasi Manusia (HAM) lainnya,” kata Sodiq.
Oleh karena itu, dengan tegas mahasiswa mendesak kepada Presiden Jokowi, untuk menunda pengesahan RKUHP sampai RKUHP ini tidak bermasalah. “Kami juga menuntut pemerintah dan DPR untuk mengakomodasi masukan dari masyarakat sipil terhadap pasal-pasal bermasalah dalam RKUHP,” jelasnya. (mil/gie)