Kota Malang

Unidha Ajak Mahasiswa Olah Lahan Sawah Berkelanjutan

Diterbitkan

-

Ir Ignatia Maria Honggowati, memaparkan materinya. (rhd)

Memontum Kota Malang—-Negara Indonesia adalah negara agraris, namun perkembangan dan kemajuan sektor pertanian tak menampakkan grafik peningkatan yang signifikan. Bahkan lahan pertanian Indonesia kian hari kian menyempit saja. Tak kurang dari 100 hingga 110 juta hektar lahan pertanian per tahun terkonversi menjadi pemukiman penduduk. Selain itu, terjadinya perubahan global pada sumber daya alam, alih fungsi lahan pertanian, penurunan produktifitas lahan, dampak tatanan kehidupan sosial, dan berbagai isu kebijakan dituding sebagai faktor utama penyebab tersendatnya perkembangan sektor pertanian.

Hal ini diungkapkan Asisten Deputi Prasarana dan Sarana Pangan dan Pertanian, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Ir Ignatia Maria Honggowati, MSc, saat menjadi narasumber kuliah tamu bertemakan “Lahan Sawah Berkelanjutan” yang diinisiasi Fakultas Pertanian Universitas Wisnuwardhana Malang, di Aula Gedung F lantai 2 Unidha, Sabtu (29/9/2018).

Menurut Maria, hal ini menjadi salah satu penyebab mengapa Indonesia saat ini bergantung pada impor bahan pangan. Selain itu, banyak lahan kosong yang dibiarkan begitu saja tanpa ditanami oleh pemiliknya. Disisi lain, Indonesia belum tegas menerapkan UU No.41 th 2009 tentang penetapan tanah berkelanjutan. Pasalnya, pemetaan lahan perlu biaya yang besar, SDM yang memadai, dan lainnya.

“Seharusnya berjalan sejak 2009 atau 2012 sejak PP turunan. Memang untuk menerapkan peraturan ini sangat tidak mudah, karena banyak hal yang perlu dipersiapkan, salah satunya dana yang besar. Kalau ini diterapkan, kita yakin jumlah hasil pertanian itu bisa dihitung secara pasti per tahun berapa. Jika ada bangunan berdiri diatas lahan berkelanjutan, maka seharusnya bangunan tersebut adalah bangunan ilegal karena menyalahi pasal tersebut. Perlu peran Menteri PUPR dalam memperhatikan Agraria Tata Ruang (ATR) Pertanian. Jika ada perubahan status, ATR tidak akan mengeluarkan sertifikat,” beber Maria.

Advertisement
Maria (tengah) bersama panitia dan dosen Fakultas Pertanian Unidha. (rhd)

Maria (tengah) bersama panitia dan dosen Fakultas Pertanian Unidha. (rhd)

Jika jumlah hasil pertanian bisa dihitung dengan pasti, tentu kebutuhan impor bahan pangan juga bisa ditekan. Berkaca dari banyak negara tetangga, seperti Thailand dan Vietnam yang sudah menerapkan hal ini sejak lama, dimana sudah mampu mengekspor bahan pangan. Namun diakuinya, kebuntuan terjadi karena Perpres belum keluar, dan hanya sebatas sosialisasi.

Sementara itu, Dekan Fakultas Pertanian Unidha, Dr. Ir. Idiek Donowati M.P., penting untuk para mahasiswa mengerti masalah pertanian ini, khususnya mahasiswa pertanian. Sebagai akademisi dan pemikir, diharapkan mahasiswa berperan aktif mensosialisasikan peraturan ini pada masyarakat, dan kemajuan untuk menopang pertanian. Harapannya melalui seminar ini, mahasiswa mampu mengembangkan ide-ide baru yang segar dan inovatif agar pertanian di Indonesia ini bisa berkembang.

“Mahasiswa mengeluarkan ide solusi atas permasalahan pertanian di Indonesia. Sementara peran Perguruan Tinggi untuk mensosialisasikan program pemerintah. Saat ini bermunculan teknologi untuk pertanian, hal ini menunjukkan mahasiswa Pertanian dapat berperan sebagai cendekiawan atau pemikir, inovator dan motivator. Dan mampu menciptakan lapangan pekerjaan di sektor pertanian. Bahkan lulusan Unidha ada yang menjadi kepala balai pertanian, dosen dan juga entrepreneur di bidang pertanian,” tukas Idiek, mendampingi Rektor Unidha Prof. Dr. Suko Wiyono SH, MH. (rhd/yan)

Advertisement

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker

Refresh Page
Lewat ke baris perkakas