Pemerintahan
Waspada, Potensi Gempa dan Tsunami
Diprediksi Terjang Pantai Sendiki dan Tambakrejo Sumawe
Memontum Malang – Kabupaten Malang menjadi salah satu wilayah di Indonesia yang berpotensi diterjang bencana alam gempa dan tsunami skala besar.
Stasiun Geofisika Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Karangkates, Malang, kemudian membuat sebuah kajian terkait potensi bencana tersebut.
Dari hasil kajian itu kemudian disampaikan kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Malang, Rabu (18/12/2019) siang.
Dalam paparannya di kantor BPBD, Staf Operasional Stasiun Geofisika BMKG Karangkates Malang, Ken Wirawan menyampaikan bahwa wilayah Kabupaten Malang berpotensi diguncang gempa magnitudo 8,9 yang menyebabkan gelombang tsunami dengan ketinggian maksimal 17 m.
Gelombang tsunami tersebut di diprediksi menerjang wilayah pantai Sendiki dan Tamban di Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan di sisi selatan Kabupaten Malang.
Seperti dijelaskan Kepala Stasiun Geofisika BMKG Karangkates Malang, Musripan, bahwa kajian tersebut berdasarkan dari historis peristiwa yang pernah terjadi.
“Potensi itu ada, karena yang di Pangandaran pernah terjadi, di Banyuwangi pernah terjadi, jadi pasti energi yang di tengah-tengah itu pasti ada. Kenapa bisa tentukan itu? Karena kajian dari yang pernah terjadi itu. Itu kan jalur-jalur megatrush. Ya potensinya segitu, 8,6 itu. Tapi itu potensi loh ya, bukan prediksi,” ujar Musripan.
Ditegaskan Musripan, potensi itu bisa saja terjadi atau tidak. Namun, kajian ini memang perlu dilakukan sebagai bagian dari mitigasi bencana.
“Kalau itu terjadi, masyarakat harus bagaimana? Intinya disitu, misi kita kan supaya masyarakat aman, tidak terjadi korban,” terangnya.
Masih terang Musripan,letak geografis Indonesia yang berada pada pertemuan tiga lempeng besar dunia menyebabkan wilayah-wilayah di dalamnya rawan diterjang gempa dan tsunami. Termasuk wilayah Kabupaten Malang.
“Pertama, kita ada Eurasia, kemudian Indo-australia, dan Pasifik. Dimana kita posisinya persis ditabrak benua Australia, kira-kira dari bibir pantai sekitar 200 – 300 km. Disitulah pertemuan lempeng Indo-australia dan Eurasia. Pertemuan itu menimbulkan gesekan-gesekan, kalau terus setiap saat, setiap menit, setiap hari, ratusan tahun, itu kan menimbulkan energi yang cukup besar,” ujarnya.
Musripan kembali menerangkan, lempeng merupakan suatu bidang, bukan titik. Jadi, semakin besar patahan lempeng tersebut, dampak yang ditimbulkannya juga makin luas.
“Patahan itu kan bukan titik ya, artinya bidang. Bidang itu bisa ratusan kilo. Bidang yang patah itu bisa ratusan kilo, mungkin puluhan kilo lah, kalau terjadi gempa, kekuatannya semakin besar,” bebernya.
Melihat ke belakang, Musripan menjelaskan, wilayah Kabupaten Malang sebenarnya sudah pernah mengalami dampak langsung akibat benturan lempeng tersebut pada tahun 1994. Ketika itu, gempa bumi dengan magnitudo 7,8 SR terjadi di wilayah Kabupaten Banyuwangi.
Akibat gempa tersebut, timbul gelombang tsunami yang dampaknya dirasakan hingga wilayah pesisir Kabupaten Malang.
“Terakhir itu kan 9, 4 SR, di Selatan Banyuwangi. Lah sampai sekarang, belum pernah lagi terjadi gempa besar. Dari situ kemudian dibuatlah kajian, kalau misalnya terjadi gempa,”pungkasnya.
Sementara itu, Kepala BPBD Kabupaten Malang, Bambang Istiawan menuturkan, kajian tersebut dapat dijadikan acuan untuk menentukan hal-hal yang berkaitan dengan penanggulangan bencana. Seperti penentuan arah evakuasi hingga pembangunan shelter yang aman.
“Oleh karena itu, hal-hal yang mengenai jalur evakuasi, shelter atau tempat berkumpul itu harus memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan. Sehingga, jika memang terjadi, tapi kita tidak ingin itu terjadi, maka orang-orang itu bisa dalam kondisi aman,” tutur Bambang.
Mantan Camat Sumbermanjing Wetan ini juga menyampaikan bahwa yang disebut potensi memang bisa terjadi atau tidak. Terlebih lagi, tidak ada ilmu apapun yang bisa memperkirakan datangnya bencana.
“Jadi begini, biar kita tidak salah mempersepsikan. Potensi itu berlainan dengan prediksi. Kalau kita tinggal di dekat gunung berapi, berarti berpotensi terdampak letusan. Kalau kita di pinggir pantai, semua pasti berpotensi tsunami. Tapi bukan prediksi, karena kita sering mempersepsikan prediksi, tidak ada itu,” tuturnya. (Sur)