Surabaya
YLPK, Tanah Rawan Longsor, Harusnya Pemkot Tak Izinkan RS Siloam Bangun Basement
Memontum Surabaya—-Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur (Jatim) mempertanyakan keputusan izin memdirikan pembangunan parkir bawah tanah (basement) RS Siloam. Ketua YLPK Jatim Soetomo Said mengatakan hal tersebut masih menjadi teka-teki yang masih diteliti oleh pakar geologi.
Menurutnya, sebelum gempa, para ahlinsudah memprediksi jika tanah sekitaran pembangunan tersebut rawan terjadinya longsor. Tetapi Said tidak tahu, apakah pihak Pemerintah Kota (Pemkot) ataupun kontraktor sudah mengetahui hal tersebut apa tidak.
“Yang jelas IMB masih misteri karena sebelumnya sudah diketahui oleh para ahli geologi jika tanah di sekitar RS Siloam itu rawan longsor,” katanya.
Said berpendapat, apabila para ahli geologi sudah menyatakan jika kawasan Jalan Raya Gubeng itu rawan longsor, seharusnya secara prosedurial Pemkot tidak boleh memberikan izin pembangunan basement RS Siloam. Ia menuduh Pemkot tidak melakukan uji holistik dan komperehensif secara detail atau bahkan menyeluruh.
“Kenapa pemkot memberikan IMB? Atas pertimbangan kajian seperti apa IMB? Saya rasa Pemkot kuran mengkaji secara holistik atau menyeluruh dan komprehensif terkait dengan pemberian izin pembangunan basement RS Siloam itu,” ungkapnya.
Ia berpesan, ini sebagai peringatan bagi stakeholder terkait, khususnya pemerintah ketika memberikan izin membangun gedung. Terkhusus bagi Pemerintah Daerah (Pemda) yang memiliki dataran tinggi dan dekat dengan sungai.
“Ini ‘warning’ juga bagi pemerintah daerah pada umumnya, terutama di dataran tinggi. Banyak dataran tanah bekas sungai/danau purba yang mudah ambles dan longsor yang hanya dapat diketahui oleh para ahli geologi,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya Eri Cahyadi berpendapat bahwa semua tahapan perizinan basement RS Siloam sudah sesuai.
Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, disebutkan bahwa pengeluaran izin bangunan gedung tinggi terkait dengan strukturnya harus mendapat persetujuan tim ahli bangunan gedung.
“Tim ahli gedung itulah yang kemudian mengecek struktur bangunan, ‘mechanical engineering’, kekuatan, amdal, dan lainnya,” ujarnya.
Setelah itu selesai, lanjut dia, baru kemudian dibuatkan izin. “Kendati demikian, pemerintah kota tetap mengecek apakah pembangunan di lapangan sudah sesuai dengan perizinan atau belum.”
Mengenai ada dan tidaknya pelanggaran dalam kasus ini, Eri meminta bantuan tim ahli bangunan gedung dan tim labfor Polri untuk melakukan penelitian. “Jika nanti ada pelanggaran, akan disampaikan tim ahli bangunan gedung,” tutupnya. (sur/yan)