Politik
Penggabungan 2 BPR di Trenggalek, Pansus 2 Pertanyakan Nilai Aset
Memontum Trenggalek – Dalam rangka melanjutkan proses pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) terkait penggabungan 2 Badan Perkreditan Rakyat (BPR), Panitia Khusus 2 DPRD Trenggalek kembali mempertanyakan kepastian nilai aset keduanya. Rencananya penggabungan 2 BPR tersebut antara BPR Jwalita dan BPR Bangkit Prima Sejahtera (BPS) Trenggalek.
“Setelah kita memanggil kedua BPR ini, masing-masing melaporkan aset yang dimilikinya. Akan tetapi nilai aset yang disampaikan ke Pansus 2 bukanlah hasil audit,” ucap Ketua Pansus 2 DPRD Trenggalek, Alwi Burhanuddin saat dikonfirmasi, Rabu (03/02/2021) sore.
Meski sudah memberikan laporan terkait aset yang dimiliki masing – masing BPR, namun kepastian nilai itu terhitung masih dipertanyakan.
“Apakah itu dihitung per 31 Desember 2020 lalu, atau terhitung setelah proses penggabungan BPR selesai. Ini yang masih kita pertanyakan,” imbuhnya.
Pasalnya, lanjut Alwi, nilai aset dari 2 lembaga keuangan ini akan terus berubah. Sehingga harus ada kepastian dalam proses penghitungannya.
Untuk itu, pihaknya memastikan nilai aset kedua BPR bisa ditunjukkan berdasarkan hasil audit. Bagi yang nilai asetnya lebih dari 5milyar, dalam hal ini BPR Jwalita wajib melakukan audit. Sedangkan untuk BPR BPS, tidak wajib audit karena nilai aset kurang dari 5milyar.
“Sementara ini, data aset BPR BPS per 31 Desember 2020 kemarin sejumlah Rp 472juta. Aset itu terdiri dari kas, tabungan, piutang, bangunan dan aset lainnya,” kata Alwi.
Mengacu Peraturan Daerah pendiriannya, BPR BPS memiliki aset senilai Rp 2,4milyar. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, aset tersebut tidak bisa berkembang melainkan semakin berkurang.
“Jika penggabungan 2 BPR ini nanti bisa diselesaikan, maka nasabah BPR BPS akan menjadi nasabah BPR Jwalita. Sehingga proses penagihan tunggakan akan dilakukan oleh BPR Jwalita,” tegasnya.
Baca Juga: Sambut Program Bupati, Komisi I DPRD Trenggalek Panggil Sejumlah OPD
Disinggung terkait alasan penggabungan 2 BPR ini, Politisi Partai PKS ini menyebut salah satu faktornya adalah mengalami kerugian. Bahkan, sejak berdirinya BPR BPS sampai saat ini, selalu merugi. Sementara itu, pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga merekomendasikan agar BPR tersebut digabungkan.
“Dari nilai aset awal, BPR BPS selalu mengalami defisit. Dan karena BPR ini tidak mungkin lagi untuk dikembangkan, akhirnya harus digabungkan dengan BPR yang kondisinya sehat dan berkembang. Dalam hal ini yaitu BPR Jwalita,” ujar Alwi.
Masih terang Alwi, saat operasionalnya masih berjalan pun, kerugian BPR BPS dalam setiap tahun mengalami kerugian hingga Rp 100juta.
Diduga kerugian itu dikarenakan adanya pengeluaran rutin yang cukup besar. “Mungkin saja pengeluaran itu seperti kewajiban membayar karyawan dan juga tanggungan-tanggungan lainnya. Ditambah pemasukan ke BPR itu sangat sedikit atau minim,” pungkasnya.
Ia menjelaskan untuk perkembangan penggabungan kedua BPR ini masih harus menunggu hasil audit dari BPR Jwalita dan pertimbangan untuk BPR BPS. Selain itu, pansus 2 DPRD juga masih akan mempelajari lebih lanjut apakah laporan tanpa audit dari BPR BPS diperbolehkan atau tidak. (mil/syn)