Kota Malang
The Shalimar Boutiqe Hotel Jadi Bangunan Hotel Cagar Budaya Kota Malang
Memontum Kota Malang – Salah satu Manager The Shalimar Boutique Hotel, Agoes Basoeki, merespon positif dengan ditetapkannya bangunan hotel yang dikelolanya sebagai salah satu Cagar Budaya Kota Malang. Menurutnya, penetapan ini akan membuatnya menjaga keutuhan pada bangunan dan harus tetap lestari.
“Kami harus melestarikan keutuhan bangunan itu dan kebetulan owner berkomitmen terhadap hal-hal yang mempunyai nilai sejarah. Tentunya, itu menjadi kekuatan kami agar tempat usaha bisa menjadi sarana untuk promosi juga,” ungkap Agoes Basoeki, Jumat (20/05/2022) tadi.
Dirinya yang juga sebagai Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Malang, mengatakan bahwa gedung induk milik The Shalimar Boutique Hotel, tetap dipertahankan. Namun, hanya ada beberapa sisi yang harus direnovasi karena menyesuaikan dengan kebutuhan.
“Tentunya, itu nggak gampang. Tingkat kebutuhannya tinggi, biayanya juga tinggi. Karena, kita menempati tempat cagar budaya memang ada beberapa hal-hal yang diberikan oleh pemerintah,” lanjutnya.
Baca juga :
- Tingkatkan Nilai Keislaman Pelajar, Pemkab Banyuwangi Kembali Gelar FAS
- Kunjungi Kelurahan Manisrenggo, Bunda Fey juga Beri Perhatian Khusus untuk Penyandang Disabilitas
- Datangi Pasar Oro-Oro Dowo, Abah Anton-Dimyati Disambut Yel-Yel Menang Total
- Pj Wali Kota Malang Dukung Jaminan Sosial Ketenagakerjaan untuk Petugas Pilkada 2024
- Pemkot Malang Targetkan Penyelesaian Masalah Anak Putus Sekolah Rampung di 2024
Sebagai informasi, bangunan Hotel Shalimar itu dulunya merupakan gedung pertemuan alias societeit bagi para pejabat Belanda yang tinggal di kawasan Ijen. Gedung itu, juga dipakai untuk kegiatan-kegiatan sosial seperti pesta. Pada saat pendudukan Jepang, gedung tersebut lantas berubah menjadi rumah bagi tahanan Belanda atau kamp interniran sekitar tahun 1942 hingga 1945, sebelum para tahanan tersebut dipindah ke Cimahi.
“Setelah kemerdekaan, sempat juga digunakan untuk Radio Republik Indonesia (RRI), menjadi radio perjuangan hingga RRI melepas aset untuk Hotel Graha Cakra lalu jadi Shalimar saat ini,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang (Disdikbud), Suwarjana, mengatakan bahwa penetapan bangunan sebagai cagar budaya itu dilihat dari segi bentuk dan tahun berdirinya.
“Yang jelas dari segi bentuk, tahun, mereka pasti punya jaman. Mulai kolonial kah, atau apa, itu harus ada semuanya,” ungkap Suwarjana. (cw2/sit)