Kota Malang
Perda No 4 Tahun 2023 tentang PDRD Berlaku, Bapenda Kota Malang Siap Naikkan PAD 2024
Memontum Kota Malang – Sebagai wujud upaya membangun kemandirian daerah melalui pendelegasian kewenangan pengelolaan fiskal, Pemerintah Daerah berwenang menetapkan pajak daerah dan retribusi daerah sebagai sumber pendapatan asli daerah (PAD). PAD ini penting, untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam rangka memberikan pelayanan publik. Sehingga, pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah perlu dilakukan.
Penguatan melalui restrukturisasi jenis pajak, pemberian sumber perpajakan daerah yang baru dan penyederhanaan jenis retribusi yang dapat dipungut dengan efektif, biaya pemungutan dan biaya kepatuhan yang rendah serta restrukturisasi pajak daerah dan rasionalisasi retribusi daerah, dilakukan dalam rangka mengurangi beban masyarakat untuk mengakses layanan dasar publik menjadi kewajiban Pemerintah Daerah. Untuk itu, Pemerintah Kota Malang melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Malang terus menggenjot kinerja dalam rangka upaya peningkatan PAD di Kota Malang. Terbaru, dengan terbitnya Perda Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan sesuai dengan ketentuan Pasal 94 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah menjadi dasar bagi Bapenda Kota Malang untuk melakukan pemungutan Pajak di tahun 2024.
Berdasarkan Perda tersebut, tercatat beberapa perubahan atas penyesuaian tarif berdasarkan UU HKPD yang ditindaklanjuti dengan Perda PDRD. Yaitu pertama, Pajak parkir berubah nama menjadi Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas Jasa Parkir. Dimana, ketentuan pengenaan berubah dari sebelumnya 25 persen dari total penghasilan menjadi 10 persen. Sementara yang termasuk obyek dari pajak parkir, antara lain parkir mall, hotel, RS, ruko atau resto yang menempati lahan sendiri.
Baca juga:
“Jadi, pajak parkir ini tidak termasuk parkir tepi jalan karena parkir tepi jalan masuk retribusi yg dikelola Dinas Perhubungan,” kata Kepala Bapenda Kota Malang, Handi Priyanto, Jumat (05/01/2024) tadi.
Kedua, lanjutnya, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) dari 60.000.000 menjadi 80.000.000, NPOPTKP waris dari 300.000.000 menjadi 400.000.000 dan berlaku progresif. Artinya, setiap Wajib Pajak mendapat satu kali NPOPTKP pada perolehan hak pertama yg dimulai sejak tahun 2024 ini.
Kemudian ketiga, papar Handi, Pajak Bumi Bangunan (PBB). Tarif PBB-P2 ditetapkan sebagai berikut. NJOP 0 sampai Rp 1.500.000.000,00 dikenakan tarif 0,055 persen. NJOP Rp 1.500.000.001,00 sampai Rp 5.000.000.000,00 dikenakan tarif 0,112 persen. NJOP Rp 5.000.000.001,00 sampai Rp 100.000.000.000,00 dikenakan tarif 0,145 persen. Serta, NJOP lebih dari Rp 100.000.000.000,00 dikenakan tarif 0,167 persen.
Kemudian keempat, lanjutnya, yaitu Pajak Hiburan berubah nama menjadi PBJT atas Jasa Kesenian dan Hiburan. Penyesuaian tarif PBJT atas jasa kesenian dan hiburan ditetapkan sebagai berikut.
Poin satu, Tontonan film sebesar 10 persen (tetap). Dua, Pergelaran kesenian, musik, tari dan atau busana dari 15 persen menjadi 10 persen. Tiga, Kontes kecantikan, binaraga dan sejenisnya dari 15 persen menjadi 10 persen. Empat, Pameran dari 15 persen menjadi 10 persen. Lima, Diskotik, klab malam dan sejenisnya sebesar 50 persen (tetap). Enam, Karaoke keluarga dari 25 persen menjadi 50 persen. Tujuh, Karaoke non keluarga dari sebesar 35 persen menjadi 50 persen. Delapan, Sirkus, akrobat dan sulap dari sebesar 15 persen menjadi 10 persen.
“Sembilan, Pacuan kuda, kendaraan bermotor dan permainan ketangkasan dari sebelumnya 15 persen menjadi 10 persen. Sepuluh, Panti pijat, refleksi dan pusat kebugaran (fitness center) serta sejenisnya dari 25 persen menjadi 10 persen. Sebelas, Mandi uap atau spa dari 25 persen menjadi 50 persen. Dua belas, Pertandingan olah raga dari 15 persen menjadi 10 persen,” terang Handi.
Perubahan atas penyesuaian kelima, ungkapnya, yakni Tarif PBJT atas Tenaga Listrik yang sebelumnya bernama Pajak Penerangan Jalan (PPJ), dimana penggunaan untuk rumah tangga sebesar 7 persen dari nilai jual tenaga listrik menjadi 10 persen dan penggunaan untuk bisnis sebesar 5 persen dari nilai jual tenaga listrik menjadi 10 persen. Penggunaan tenaga listrik yang dikecualikan dengan tarif 0 persen yaitu untuk konsumsi tenaga listrik pada rumah ibadah, panti jompo, panti asuhan dan panti sosial lainnya yang sejenis.
“Tarif tersebut di atur pada Pasal 58 ayat (1) UU no 1 tahun 2022 tentang HKPD dan pasal 25 Perda Kota Malang Nomor 4 Tahun 2023 tentang PDRD,” imbuhnya.
Kepala Bapenda juga menjelaskan, bahwa Pemkot Malang dalam menerapkan pengelolaan keuangan berorientasi pada asas kemandirian daerah, khususnya dengan mengoptimalkan penerimaan dari sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui sektor pajak daerah serta dari hasil pengelolaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain (PAD) yang sah. “Kemandirian keuangan daerah ini menunjukkan kemampuan Pemkot Malang dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat secara umum. Gambaran dalam bingkai otonomi daerah dapat diketahui melalui seberapa besar kemampuan sumber daya keuangan daerah tersebut dibandingkan dengan pendapatan daerah secara keseluruhan” tuturnya.
Sehingga, lanjut Handi, pemberlakuan pajak yang dipungut oleh Bapenda Kota Malang juga sangat mempengaruhi tingkat kemandirian daerah. “Kami berharap dengan berlakunya Perda Nomor 4 Tahun 2023 tentang PDRD ini, akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat dan suksesnya pembangunan berkelanjutan di Kota Malang,” terangnya.
Sebagai informasi, setelah diberlakukan UU No. 1 Tahun 2022 tentang HKPD, yang ditindaklanjuti dengan Perda No. 4 Tahun 2023 tentang PDRD, maka jenis Pajak Daerah di Kota Malang menjadi sebagai berikut. Pertama, PBB-P2. Kedua, BPHTB. Tiga, PBJT atas Makanan dan atau minuman, Tenaga listrik, Jasa perhotelan, Jasa parkir, Jasa kesenian dan hiburan. Empat, Pajak Reklame. Lima, PAT (Pajak Air Tanah). Enam, Opsen PKB dan Tujuh, Opsen BBNKB.
“Khusus untuk pajak Opsen PKB dan BBNKB, baru akan dipungut pada tahun 2025 mendatang,” terangnya. (hms/sit/adv)