Kota Malang
Dorong Peran Santri Perkokoh Persatuan Bangsa, Semnas Hari Santri Nasional di UB
Memontum Kota Malang – Kembali, rangkaian Hari Santri Nasional digelar di Universitas Brawijaya (UB) Malang. Kali ini, kegiatan kerjasama Universitas Brawijaya dan PWNU Jatim ini dikemas dalam Seminar Kebangsaan bertemakan “Peran Santri dalam Memperkokoh Persatuan Bangsa” di Gedung Widyaloka UB, Kamis (18/10/2018). Hadir sebagai pembicara, yaitu Wantimpres KH. Yahya Cholil Staquf, Wakil Ketua MPR RI Dr. Ahmad Basarah, dan Intelektual Muhammadiyah Dr Zuly Qodir.
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) KH. Yahya Cholil Staquf meyakini Indonesia memiliki ketahanan sosial budaya luar biasa dalam mengatasi antagonisme yang merebak melalui media sosial. Menurutnya, Indonesia memiliki ketahanan sosial budaya yang menjadi kekuatan peradaban yang tidak dimiliki masyarakat-masyarakat lain di dunia.
“Banyak krisis yang telah dilalui sejak zaman Majapahit hingga saat ini, tapi bisa diselesaikan dengan baik. Walaupun di media sosial kelihatannya keras sekali sampai yang membaca ketakutan, tapi tidak sampai terproyeksi di dunia nyata. Walaupun di media sosial saya dikomentari pedas, dalam dunia nyata ketika bertemu tidak lantas terlontar makian pula. Ini karena kita punya budaya sungkan,” ungkap Gus Yahya, sapaan akrab Khatib Aam Nahdlatul Ulama (NU) ini.
Pada kesempatan tersebut, Gus Yahya meluruskan makna Hari Santri Nasional yang diperingati setiap 22 Oktober. Dikatakannya, Hari Santri bukanlah hari besar keagamaan milik NU, tapi hari besar nasional yang berarti milik semua orang. Menurutnya, santri adalah intelektual nusantara yang tumbuh selama berabad-abad sejak zaman pra islam. Sebelum ada pendidikan model Barat yang diadopsi saat ini, pendidikan nusantara terjadi di padepokan-padepokan dengan resi-resi. “Para resi tinggal dengan murid-murid yang tinggal bersama, sebelumnya bernama cantrik.
Mereka inilah santri,” ujarnya.
Harapannya, Hari Santri bisa diperingati siapapun yang merawat tradisi intelektual nusantara pada dirinya termasuk Muhammadiyah. Dijelaskannya, unsur utama tradisi ini adalah dinamika kecendekiaan, yang bercirikan gagasan-gagasan intelektual besar dalam membentuk peradaban nusantara. Contohnya, identitas kerajaan Majapahit dalam Bhinneka Tunggal Ika yang tidak menggunakan agama sebagai identitas kerajaannya.
Sementara itu, Wakil Ketua MPR RI Dr. Ahmad Basarah mengungkapkan, sejarah munculnya Hari Santri disahkan dalam Keputusan Presiden (Keppres) No. 22 tahun 2015 tentang Hari Santri Nasional. Pada tahun 2014, Joko Widodo yang saat itu masih menjadi calon presiden diajak Basarah ke Pesantren Babussalam, Malang, yang dipimpin H. Thoriq Darwis bin Ziyad (Gus Thoriq). Di tempat inilah, Gus Thoriq mengajukan usulan agar tanggal 1 Muharram dijadikan Hari Santri bila Jokowi terpilih.
Setelah Jokowi terpilih sebagai Presiden RI, di tanggal 15 Oktober 2018, Jokowi menandatangani Keppres Hari Santri. Namun bukan di 1 Muharram, melainkan tanggal 22 Oktober sebagai momen KH. Hasyim Asyari mengeluarkan resolusi jihad kaum muslimin untuk membela bangsanya yang terkenal dengan fatwa Hubbul Wathon Minal Iman. (rhd/yan)