Kabupaten Malang
Pemdes Tumpuk Renteng-Turen Lestarikan Wisata Religi, Kades Berharap Dampak Positif Kesejahteraan Warga
Memontum Malang— Untuk mengembangkan sektor pariwisata di Indonesia khususnya desa wisata di seluruh Indonesia, Kementrian Pariwisata (Kemenpar) telah bekerjasama dengan Kementerian Desa (Kemendes). Hal itu dilakukan agar Dana Desa (DD) yang dikucurkan pemerintah pusat bisa dimanfaatkan untuk membantu mendanai pengembangan potensi desa wisata di masing-masing daerah.
Karenanya, Bupati Malang, Dr H Rendra Kresna mengharuskan kepada seluruh Kepala Desa, agar kelola wisata. Hal tersebut dinilai positif karena berdampak kepada peningkatan ekonomi masyarakat desa.
Helmiawan Khodidi Kades Tumpuk Renteng. (sur)
Seperti halnya di Desa Tumpuk Renteng Kecamatan Turen Kabupaten Malang. Saat pihak Pemerintahan Desa (Pemdes) setempat tengah melestarikan wisata religi berupa sebuah makam Pasangan Suami Isteri (Pasutri) bernama Mbah Keti dan Nyai Keti. Warga mengakui, lokasi makam yang terletak di Rt 13 Rw 03 ini sebagai bedah kerawang desa Tumpuk Renteng lebih satu abad silam.
Selain jadi ajang ritual warga luar kota, tambah Kades yang akrab disapa Didik ini, warga desa setempat juga menggelar selamatan rutin setiap hari Jum’at Kliwon. Hal yang sama juga dilakukan oleh jajaran Pemdes Tumpuk Renteng.
Kendati terdapat perbedaan waktu yakni hari Jum’at Pon, tetapi tujuannya, yakni kirim do’a bersama untuk arwah leluhur yang diakui telah banyak berjasa Di desa berpenduduk 6500 jiwa ini.
“Makam ini sejak dulu jadi ajang ritual. Selain warga setempat juga warga luar kota. Bahkan baru-baru ini seorang Jenderal asal Jakarta bersama rombongan juga gelar ritual disini”, ujar Helmiawan Khodidi Kades TumpukRenteng Rabu (18/10/2017) kemaren.
Dengan banyaknya penziarah yang berdatangan dari luar kota khususnya dalam even tertentu ini, Kades terinpirasi melestarikan makam tersebut sebagai wisata religi.
“Yang jelas jika dikelola secara optimal, wisata religi ini bisa mendongkrak kesejahteraan warga.Selain pengelolaan parkir kendaraan,warga juga bisa jual perlengkapan ritual seperti dupa ratus, kembang, bahkan nasi tumpeng sekaligus lauk-pauk berupa ayam bakar”,ujar Kades yang akrab disapa Didik ini Rabu (18/10/2017) kemaren.
Sebelumnya, Kades juga melakukan renovasi makam, seperti paving jalan masuk kawasan dan lampu penerangan.
“Program kami ked epan, akan bangun mushola, sekaligus tempat istirahat para penziarah”, ujarnya.
Dari pengamatan langsung Memontum, beberapa waktu lalu di samping makam Mbah Keti tumbuh sebuah pohon besar berdiameter 300 Cm. Warga sekitar menyebutnya pohon Tanjung.
Konon ,usia pohon ini mencapai ratusan tahun dan dipercaya membawa aura magis yang begitu kental bagi warga desa maupun para peziarah dalam maupun luar kota.
“Pohon Tanjung ini menurut para leluhur kita ditanam oleh Mbah Nyai Keti dan Mbah Keti yang merupakan salah satu Senopati Mataram Kuno dengan nama asli Senopati Aryo Keting,” tutur seorang warga.
Dikatakan, banyak cerita turun temurun yang meneguhkan keramatnya makam Mbah Keti yang berukuran 300 meter yaitu tingginya dari dulu sampai sekarang tidak ada perubahan.
“Semenjak saya kecil tingginya ya segitu itu sampe sekarang berusia tua,” kata Widianto (67) warga Desa Tumpuk Renteng yang diiyakan oleh beberapa warga lainnya.
Selain hal tersebut, seluruh bagian dari pohon Tanjung ini juga memiliki kekuatan magis, yaitu apabila ditebang akan menimbulkan efek sakit sampai pada kematian bagi orang yang melakukannya.
“Dulu, ada warga yang memangkas akar pohon karena dia jatuh gegara tersandung akarnya. Setelah pulang orang itu langsung sakit dan beberapa hari kemudian meninggal,” cerita warga juga menunjukkan sebuah pohon randu yang serupa menompang salah satu cabang besar pohon tanjung.
“Lihat randu itu tanpa ada cabang dan daun, seperti menopang cabang tanjung,” imbuhnya.
Banyaknya kejadian ganjil yang tidak bisa dinalar dengan keberadaan pohon tanjungnya Mbah Keti ini, ternyata telah tersiar ke berbagai wilayah dalam Kabupaten maupun luar.
“Sayangnya para penziarah ini memanfaatkannya untuk mendapatkan ‘nomor’, mas. Tidak tahu kebetulan atau engga selalu benar,” ujar kades ramah ini yang juga menyampaikan kalau menginjak malam hari areal makam Mbah Keti ramai orang begadang sampai pagi.
Lepas dari berbagai kejadian bersifat supranatural dari pohon tanjungnya Mbah Keti, keberadaannya memang membuat siapapun yang datang merasa ‘adem’. “Kalau bagi warga sini, selain tahlilan tiap hari Jum’at di makam, juga mencari ketenangan. Suasananya selalu membuat nyaman pikiran dan hati yang sedang dirundung masalah,” pungkas Widianto. (sur/yan)