Politik

Evaluasi Gubernur Turun, Banggar DPRD Trenggalek Minta TAPD Lebih Proporsional Kelola APBD

Diterbitkan

-

RAPAT: Suasana rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Trenggalek dengan TAPD. (memontum.com/mil)

Memontum Trenggalek – Badan Anggaran (Banggar) DPRD Trenggalek menggelar rapat kerja (Raker) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dengan agenda membahas evaluasi Gubernur Jawa Timur atas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) pertanggungjawaban APBD tahun anggaran 2022.

Dikonfirmasi seusai rapat, Wakil Ketua DPRD Trenggalek mengatakan bahwa rapat kali ini untuk menindaklanjuti dari evaluasi Gubernur atas pelaksanaan APBD tahun 2022. “Hari ini Banggar DPRD Trenggalek membahas terkait tindak lanjut evaluasi gubernur terhadap Raperda pelaksanaan APBD tahun 2022 bersama TAPD,” katanya, Rabu (16/08/2023) pagi.

Ditambahkan Agus, bahwa ada yang berbeda dari evaluasi gubernur yang disampaikan TAPD kali ini. Hasil evaluasi menyebut, ada belanja pegawai seperti honor, tunjangan dan sebagainya yang bersumber dari APBD provinsi.

Kemudian, paparnya, di dalam bentuk keuangan masuk ke pemerintah Kabupaten Trenggalek setelah APBD perubahan diputuskan. Akan tetapi, secara regulasi ada beberapa ketentuan dasar hukum diperbolehkan dan tinggal menyalurkan, namun tidak ada pemberitahuan.

Advertisement

“Memang ada dasar hukum yang memperbolehkan BKK provinsi, karena nominalnya dan kegunaannya jelas. Jadi, kita tinggal menyalurkannya saja. Cuma dalam halnya tertib keuangan APBD, setelah diputuskan itu mestinya tidak ada Perubahan angka,” terang Agus.

Selain itu, ujarnya, tentang postur APBD, sesuai amanah dari undang-undang, belanja pegawai itu tidak boleh lebih dari 30 persen. Padahal, APBD Kabupaten Trenggalek untuk belanja pegawai masih di angka 40 persen.

“Kalau DPRD, inginnya juga disesuaikan dengan amanah undang-undang. Namun, TAPD belum siap,” imbuhnya.

Meski terkesan memaksa, paparnya, tapi belum punya satu argumen yang kuat untuk melaksanakan amanah undang-undang yang terbit tahun 2022. “Dalam undang-undang tersebut mengamanahkan 5 tahun ke depan belanja pegawai harus di angka di bawah 30 persen,” kata politisi PKS ini.

Advertisement

Masih terang Agus, dari evaluasi gubernur, ada poin-poin yang perlu pencermatan. Misalnya, terkait dengan perubahan angka ada kelebihan pendapatan. Karena angka di penetapan APBD perubahan tahun 2022 dengan Raperda APBD LKPj berbeda.

Baca juga :

Pada dasarnya, Pemerintah Daerah bisa melaksanakan amanah undang-undang tersebut. Namun, jika TAPD memiliki semua data yang valid.

“Berapa misalnya kebutuhan ideal ASN di Trenggalek. Idealnya gaji berapa, kalau besaran tunjangankan sudah diatur dan kalau memang itu sudah bisa ditentukan kebutuhan minimal ASN kita sekian,” ujarnya.

Secara regulasi, ujarnya, untuk mendapatkan tunjangan dan gaji sekian, kalau ingin mengoreksi bisa jadi sumber permasalahannya bukan diborosnya. Menurutnya, kemungkinan pada transfer DAUnya kurang.

Advertisement

Lebih lanjut Agus menyebut, Trenggalek itu mestinya mendapat alokasi DAU yang tepat. Sehingga, kebutuhan belanja pegawai bisa di 30 persen. Sedangkan saat ini pihaknya, perlu data kalau memang belanja pegawai itu dibawah 30 persen.

“Tadi di forum ini kita sampaikan belum bisa bicara secara tegas, sumber masalahnya dimana dan masalah data sampai saat ini masih menjadi sumber permasalahan karena kemarin beberapa kali Silpa ternyata juga muncul dari belanja pegawai,” tutur Agus.

Selain itu, sambungnya, ada beberapa alasan yang menjadikan hal itu terlihat gemuk. Yakni, terkait wilayah tetap menjadi acuan. Misal di wilayah kota datar, mudah saja dengan meminimalkan sekolah dengan regrouping karena terjangkau.

“Jika sekolah di pelosok desa di Trenggalek tidak mungkin dengan adanya regrouping, karena jarak itu menjadi problem juga. Maka, Pemkab harus ada data yang jelas dengan argumentasi yang kuat,” paparnya.

Advertisement

Di samping itu, beberapa sumber masalah datang dari pemerintah pusat. Misal, DAK sebenernya dengan adanya otoritas khusus harusnya dimasukkan pada DAU.

“Karena penataan anggaran di wilayah, daerahlah yang paham lebih detail. Apalagi, adanya insentif daerah juga hanya anggaran politis karena penilaian juga tidak selektif. Seperti insentif penilaian suatu daerah,” terang Agus. (mil/sit)

Advertisement
Lewat ke baris perkakas