Kota Malang
Fasilitas Publik dan Ibadah Natal Diperketat Selama Nataru
Memontum Kota Malang – Pemerintah Kota (Pemkot) Malang tetap meningkatkan kewaspadaan menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru). Diantaranya, adalah dengan memperketat dan membatasi aktivitas publik di wilayah Kota Malang Surat Edaran (SE) Wali Kota Malang Nomor 71 tahun 2021.
Dalam SE tersebut, tempat yang mengundang kerumunan seperti Alun-Alun dan taman kota bakal dilakukan penutupan mulai 24 Desember 2021 hingga 2 Januari 2022. “Alun-Alun dan taman ditutup saat Nataru. Kami juga akan melakukan rekayasa dan antisipasi aktivitas Pedagang Kaki Lima (PKL) di pusat keramaian untuk tetap jaga jarak,” ujar Wali Kota Malang, Sutiaji, Selasa (21/12/2021).
Tidak hanya itu, kegiatan masyarakat lainnya di tanggal tersebut juga dibatasi. Seperti, event seni budaya dan olahraga yang berpotensi menimbulkan penularan Covid-19 diminta dilakukan tanpa penonton.
“Kemudian, kegiatan yang bukan perayaan Nataru tapi memicu kerumunan harus dilakukan dengan prokes ketat dan dihadiri maksimal tidak lebih dari 50 orang,” sambung Sutiaji.
Baca juga :
- Pemkab Lumajang dan Probolinggo Sepakat Terapkan Pengelolaan Wisata Kedepankan Alam dan Budaya di TNBTS
- Soroti Prodamas, Calon Wali Kota Kediri Bunda Fey Sebut Program Kesejahteraan Masyarakat Harus Lanjut
- Tingkatkan Nilai Keislaman Pelajar, Pemkab Banyuwangi Kembali Gelar FAS
- Kunjungi Kelurahan Manisrenggo, Bunda Fey juga Beri Perhatian Khusus untuk Penyandang Disabilitas
- Datangi Pasar Oro-Oro Dowo, Abah Anton-Dimyati Disambut Yel-Yel Menang Total
Selain mengatur aktivitas umum masyarakat di ruang publik, ibadah Natal tahun ini pun kembali belum berjalan seperti sedia kala. Dalam hal ini, pengelola gereja diimbau untuk melaksanakan aktivitas ibadah di ruang terbuka.
“Meski begitu, ibadah di dalam gereja boleh, yang penting protokol kesehatan (prokes) ketat, implementasi aplikasi PeduliLindungi, dan menggelar acara secara hybrid. Yang terpenting dilarang mengadakan jamuan makan bersama dalam perayaan ibadah Natal,” tegas Sutiaji.
Termasuk pula pengaturan jarak tempat duduk antar jemaat, pengaturan jam ibadah agar tidak berkumpul dalam waktu bersamaan, menyediakan kebutuhan masker medis. Lalu melarang jamaah yang tidak sehat hadir dalam ibadah ke gereja, dan disarankan pada jemaah berusia 60 tahun ke atas, ibu hamil atau menyusui untuk beribadah di rumah saja, dan lainnya.
“Kami minta untuk digelar secara hybrid, yang beribadah di dalam gereja tidak boleh lebih dari 50 persen kapasitas ruangan, dan ibadah maksimal hingga pukul 22.00 saja,” terang Sutiaji. (hms/mus/sit)