Kota Malang
Hari Internasional Perempuan, Ratusan Mahasiswa Malang Unjuk Rasa Tuntut UU PPRT
Memontum Kota Malang – Bertepatan dengan Hari Internasional Perempuan, ratusan mahasiswa dari Aliansi Pejuang Kesetaraan Gender Malang Raya (Setara) menggelar aksi unjuk rasa di depan Balai Kota Malang, Rabu (08/03/2023) siang.
Koordinator Lapangan Aliansi Setara, Fadila Rahmah, menyampaikan jika aksi tersebut mengawal permasalahan berhentinya pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) selama 19 tahun. “Mengingat saat ini di Malang Raya sendiri masih banyak sekali buruh-buruh dan juga pekerja rumah tangga yang tidak mendapatkan haknya dan dicederai HAMnya,” ujar Fadila.
Kemudian, ditambahkannya, jika ada 14 tuntutan yang disampaikan. Itu, berdasarkan turunan dari RUU PPRT, seperti menolak eksploitasi anak dan juga perlindungan bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT) baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
“Sebenarnya, UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) baru disahkan, hanya saja kita juga menuntut optimalisasi dari UU-TPKS. Di lingkup universitas sendiri juga ada peraturan Permendikbud Ristek Nomer 30 tahun 2021 yang mengatur tentang Satgas TPKS, namun masih perlu banyak sekali pengawalan agar berjalan secara optimal,” jelasnya.
Baca Juga :
- Over Weight, Puluhan Personel Polres Trenggalek Lakukan Program Penurunan Berat Badan
- Pemkab Lumajang dan Probolinggo Sepakat Terapkan Pengelolaan Wisata Kedepankan Alam dan Budaya di TNBTS
- Soroti Prodamas, Calon Wali Kota Kediri Bunda Fey Sebut Program Kesejahteraan Masyarakat Harus Lanjut
- Tingkatkan Nilai Keislaman Pelajar, Pemkab Banyuwangi Kembali Gelar FAS
- Kunjungi Kelurahan Manisrenggo, Bunda Fey juga Beri Perhatian Khusus untuk Penyandang Disabilitas
Sementara itu, Ketua Asosiasi Gerakan Revolusi Kerja Malang Raya (Anggrek Maya), Nuriyati, menyampaikan jika tuntutan yang disampaikan itu mengenai kerja yang normatif, pemberian upah yang layak, jaminan sosial, uang lembur, dan cuti tahunan atau cuti harian.
“Karena saat ini yang terjadi banyak sekali PRT yang lembur tidak digaji, bayarnya cuma terima kasih saja. Itu tidak sesuai dengan yang disepakati di awal. Maunya kalau lembur dikasih uang lembur,” ujarnya.
Tidak hanya itu, menurutnya selama ini para PRT juga banyak yang mengalami tindak kekerasan, dibentak, tidak adanya keadilan dalam pengguna jasa, dan upah yang minim. “Kadang kita sepakat diawal dengan pengguna jasa itu segini, misalnya dalam waktu setengah hari itu Rp 50 ribu, nah kadang pengguna jasa itu suka mengulur waktu. Jadi jamnya ditambah, itu seharusnya mendapat uang lembur per jamnya tapi itu tidak ada,” tegasnya.
Lebih lanjut dikatakan, untuk upaya yang saat ini sudah dilakukan yakni audiensi bersama DPRD Kota Malang maupun Kabupaten Malang, untuk mendorong RUU PPRT tersebut, agar semua masalah yang terjadi pada PRT bisa segera terselesaikan. “PPRT layak, itu artinya dalam hal kesehatan, dan gaji yang memadahi. Selama ini gajinya masih jauh dari rata-rata UMK,” katanya.
Pihaknya berharap, ke depan UU PPRT tersebut bisa segera disahkan, dan para PRT bisa mendapatkan hak-hak yang diterima. (rsy/gie)