Berita Nasional
Indonesia Dukung Kolaborasi Aksi Nyata Hadapi Dampak Perubahan Iklim
Memontum Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut B Pandjaitan, turut inisiatif Pemerintah Indonesia dalam menghadapi dampak perubahan iklim. Dalam penyampaikan beberapa paparan nasional, Menko Luhut menegaskan Indonesia memprioritaskan perubahan iklim dan mendukung negara berkembang untuk mencapai ambisi iklim global dalam G20 di tahun 2022 dan ASEAN di tahun 2023, yang akan diselenggarakan di Indonesia.
“Kami berharap, ke depannya akan tercipta berbagai kolaborasi, dengan pihak AS terkait aksi nyata bagi iklim global dan negara-negara G20 serta ASEAN lainnya untuk mencapai tujuan bersama ini,” ucapnya dalam Leaders Summit on Climate (LSC) yang berlangsung virtual dari Jakarta, Jumat (23/04) tadi.
LSC sebagai wahana diskusi, juga menjadi tempat persiapan menuju konferensi PBB Perubahan Iklim (COP 26), pada bulan November 2021 mendatang di Glasgow. Dalam pertemuan itu, Presiden RI, Joko Widodo, hadir didampingi Menko Luhut B Pandjaitan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Keuangan dan Menteri ESDM.
Dunia tengah menghadapi perubahan iklim yang ekstrim, dimana emisi gas rumah kaca (GRK) begitu tinggi dan menciptakan dampak iklim di berbagai negara-negara di dunia. Guna menghadapi hal tersebut, Amerika Serikat mengadakan Leaders Summit on Climate (LSC) dengan mengundang 40 pemimpin negara termasuk Indonesia secara virtual pada 22 sampai 23 April 2021 untuk berdiskusi bersama demi menciptakan terobosan nyata untuk mengatasi permasalahan itu.
Pertemuan yang berlangsung selama dua hari tersebut, diharapkan akan mampu memberikan solusi nyata bagi perubahan iklim yang tengah melanda. Menurut Menko Luhut, Indonesia memiliki area perhutanan seluas 94.1 juta hektar atau 50.1 persen dari total luas daratan yang ada.
“Sektor kehutanan memberikan kontribusi 17,2 persen dari 29 persen target NDC kami,” buka Menko Luhut. Menurutnya, Indonesia telah mengambil beberapa langkah perbaikan untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan telah berusaha meningkatkan stok karbon melalui sejumlah aksi rehabilitasi hutan dan lahan,” jelasnya.
Baca Juga :
- Pemkab Banyuwangi Raih Penghargaan Penyelenggaraan Air Minum Aman dari Menteri PUPR
- Kemenparekraf Gandeng Platform Kitabisa untuk Pembiayaan Tanpa Bunga Desa Wisata
- KPK Tetapkan Gubernur Kalsel, Kepala Dinas, Kabid, PPK hingga Pengepul dan Swasta Tersangka Suap Pengadaan
Menko Marves menjelaskan, laju deforestasi Indonesia telah menurun tajam dalam beberapa periode terakhir, dan pada tahun 2020 penurunannya mencapai 75 persen. Indonesia juga telah melakukan berbagai aksi untuk mengurangi kebakaran hutan dan lahan.
Bahkan Pemerintah Indonesia, juga menerapkan strategi yang juga melibatkan berbagai komunitas masyarakat ini telah melatih 12.994 orang untuk menjadi Brigade Pemadam Kebakaran Hutan untuk mengontrol dan menghilangkan berbagai titik api dan kebakaran.
“Indonesia menyimpan hampir 17 persen total karbon biru, dimana angka ini tidak dapat dianggap sebelah mata. Terus ditingkatkan, program rehabilitasi hutan mangrove terus digencarkan di berbagai daerah di Indonesia. Dengan total luas 3,31 juta area hutan mangrove, program ini tidak hanya memiliki dampak ekonomi tetapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” jelas Menko Marves.
Selain tindakan mitigasi kebakaran hutan dan lahan, serta program rehabilitasi mangrove, Indonesia juga secara aktif terus membangun program Food Estate yang memanfaatkan teknologi hijau dan mengaplikasikan teknologi agrikultur terbaru untuk mengurangi limbah pertanian, penggunaan pupuk yang berlebihan, serta berbagai ancaman lainnya.
“Program ini menghasilkan berbagai peluang pekerjaan, meningkatkan pendapatan masyarakat dan menciptakan pembangunan daerah pedesaan. Dua wilayah Food Estate yang sedang di kembangkan, yaitu Kalimantan Tengah dan Sumatera Utara telah memperlihatkan berbagai dampak baiknya bagi masyarakat sekitar,” ungkap Menko Luhut. (hms/kom/aye/sit)