Kota Malang
KTP-elektronik, Syarat Konstitusi yang Menghilangkan Hak Pilih
Sebegitu krusialnya, hingga selembar KTP-elektronik, bisa menggugurkan proses pemutakhiran data yang dilakukan PPDP (Petugas Pemutakhiran Data Pemilih), PPS (Panitia Pemungutan Suara) dan PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) selama 3 bulan. Jika seperti ini faktanya, maka hak konstitusi menjadi terbelenggu oleh syarat konstitusi. Padahal hak memilih adalah hak paling utama dalam sistem demokrasi. Maka, hak pilih WNI yang tidak mempunyai KTP-elektronik sudah dipastikan hilang.
Lalu substansi apa yang sebenarnya terkandung dalam regulasi kepemilikan KTP-elekronik tersebut? Inilah yang harus dipahami oleh masyarakat. Bahwa Pilkada dan Pemilu mempunyai azaz yang menjadi marwah bagi penyelenggara, peserta dan seluruh WNI. Marwah tersebut merupakan kewajiban bagi seluruh WNI untuk menjaganya. Diantaranya adalah azaz tertib dan kepastian hukum.
Bahwa penyelenggara pilkada telah menjalankan azaz tertib dan kepastian hukum dengan melakukan coklit, pemutakhiran data pemilih dan menetapkan DPT. Ini tugas dan kewajiban jajaran KPU. Giliran WNI yang diuji dengan esensi demokrasi, apakah mereka bisa menjalankan hak pilihnya sendiri. Hak dasar dari sebuah proses ikhtiar memilih pemimpin yang berkualitas melalui sistem demokrasi.
Negara dan pemerintah telah memfasilitasi pelayanan hak pilih melalui KPU dan jajarannya. Pada sisi lain, negara juga memanggil WNI untuk menggunakan hak pilihnya. Tolok ukur bagi WNI yang terpanggil untuk menggunakan hak pilihnya adalah memiliki KTP-elektronik. Masih ada waktu bagi WNI yang belum memiliki KTP-elektonik, maka bersegeralah melakukan perekaman, sebagai upaya kesadaran melayani dan melindungi hak pilih masing-masing. (*)