Surabaya
Mahasiswa Ikom UK Petra Gelorakan Kampanye ‘Anti Bucin’
Memontum Surabaya—-Puluhan mahasiswa Universitas Kristen (UK) Petra Surabaya gelorakan kampanye Stop Dating Violence ‘Anti Bucin’ (Buta Cinta).
Gerakan ini merupakan kampanye sosial yang memberikan edukasi tentang jenis perlakuan dalam pacaran yang termasuk dalam kekerasan atau tidak. Sehingga, nantinya akan terbentuk sebuah kesadaran secara dini untuk mencegah terjadinya perceraian karena kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Ester Handriani, salah satu anggota kelompok mengatakan, kebanyakan kekerasan semacam ini tidak dapat disadari oleh sebagian pasangan. Karena menurutnya, orang-orang tersebut dibutakan rasa sayang kepada sang pujaan hati.
“Kita melihat dilingkungan universitas itu masih banyak teman-teman kita atau pasangan kita untuk jadi budak cinta (bucin). Kekerasan itu tidak disadari karena sebagian pasangan tersebut ia sangat sayang kepada pasangannya. Tapi rasa sayangnya itu berlebihan sehingga sampai menjadi sebuah kekerasan dan banyak mahasiswa itu gak sadar dengan hal itu,” katanya saat ditemui disalah satu booth acara #IKOMOVEMENT di di Atrium Radius Prawiro UK Petra, Surabaya, Selasa (21/5).
“Misal diposesifin nih, ternyata posesifnya itu sebuah tanda dari kekerasan,” tambah Ester sapaan lekatnya.
Mahasiwa semester 6 jurusan Ilmu Komunikasi (IKom) ini membeberkan, setidaknya ada 10 tanda indikasi pasangan yang berpotensi menjadi pelaku kekerasan
“Pertama mengikat di awal, suka menyalahkan hubungan, selalu membuat merasa bersalah, cemburu yang berlebihan, hipersensitif, mengontrol kehidupanmu, ekspetasi yang tidak realistis, jahat terhadap hewan, mengisolir kamu dari anak-anak terakhir mengancam akan
melakukan kekerasan,” urainya.
Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pedindungan Anak (KemanPPA) pada tahun 2017 dari 10.847 pelaku kekerasan, sekitar 2.090 pelakunya merupakan pasangan dari korban. Melalui data statistik tersebut, angka KDRT sebenarnya dapat ditanggulangi Iebih dini dengan melihat sikap dan perilaku pasangan selama berpacaran.
Oleh karena itu, tanda-tamda ia jelaskan tersebut nantinya akan merujuk dan berdampak ke jenjang pernikahan ke depan. Melihat fenomena ini, kelompoknya ingin pengunjung atau pasangan yang datang ke boothnya tersadarkan dengan apa yang dilakukan terhadap kekasihnya.
“Maka dari itu kami menyerukan, jangan sampai kamu menjadi korban kekerasan oleh pasangan dalam cinta yang menyiksa. Kami juga berkonsultasi dengan koalisi perempuan Indonesia, kami menanyakan apa aja masalah sering dihadapi, ternyata paling banyak KDRT,” tandasnya.
Sebenarnya KDRT itu bisa dicegah kalau misalnya dari tahap pacarannya mereka bisa lebih awareness dengam pasanagan dan mereka mempunyai potensi itu atau tidak. (sur/ano/yan)