Berita Nasional

Media Memainkan Peran dalam Memberikan Edukasi Tentang Covid-19

Diterbitkan

-

Dr. dr. Kohar Hari Santoso, SpAn., KAP., KIC (kiri) dan Wahyoe Boediwardhana (Jurnalis), saat menjadi pembicara dalam dialog bertema belajar dari sukses vaksin MR di Jawa Timur dan Peran Media dalam Vaksinasi di Jakarta, pada Selasa (17/11/2020). (ist)
Dr. dr. Kohar Hari Santoso, SpAn., KAP., KIC (kiri) dan Wahyoe Boediwardhana (Jurnalis), saat menjadi pembicara dalam dialog bertema belajar dari sukses vaksin MR di Jawa Timur dan Peran Media dalam Vaksinasi di Jakarta, pada Selasa (17/11/2020). (ist)

Khususnya Soal Vaksin dan Program Vaksinasi

Memontum Jakarta – Di tengah pandemi, media tidak hanya memberi informasi yang benar dan sahih. Sebagai pilar ke empat demokrasi, media juga dapat memainkan perannya dalam memberikan edukasi tentang Covid-19, khususnya soal vaksin dan program vaksinasi.

Salah satu faktor keberhasilan program vaksinasi MR (measles rubella) di Jawa Timur medio 2017, tidak lepas dari peran media. Sosialisasi dan edukasi yang gencar dilakukan media bersama Dinas Kesehatan Jawa Timur, membuahkan hasil dengan tingginya tingkat kesadaran masyarakat untuk ikut program imunisasi campak dan rubella atau MR masa itu.

“Media sangat membantu tugas kami, dalam melaksanakan imunisasi lewat edukasi dan sosialisasi ke masyarakat. Media membantu menyebarkan informasi, sehingga masyarakat bersedia untuk diimunisasi,” ujar Direktur RSSA Malang dan Ketua Tim Tracing Gugus Tugas Covid-19 Jawa Timur, Dr. dr. Kohar Hari Santoso, dalam dialog produktif dengan tema ‘Belajar dari Sukses Vaksin MR di Jawa Timur dan Peran Media dalam Vaksinasi’ secara daring di Media Center Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Selasa (17/11/2020).

Mantan Kepala Dinas Kesehatan Jawa Timur ini menambahkan, pada mulanya banyak masyarakat yang menolak, akibat kurangnya informasi yang diberikan petugas kesehatan. Sehingga, banyak informasi yang salah dan tidak benar beredar di kalangan masyarakat.

Advertisement

“Misalnya, kemungkinan akan ada panas atau demam pasca imunisasi. Jadi, waktu itu ada kejadian seorang anak meninggal dan disebut-sebut karena habis diberi vaksin. Setelah tim ahli klinis kita turun ke lapangan, ternyata si anak sakit DBD,” kisahnya.

Selain melibatkan media, tambah dr Kohar, keberhasilan lain yang perlu dilakukan yakni pendekatan secara kultural. Keberagaman latar belakang budaya dan juga tingkat religius masyarakat di Jawa Timur, menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah daerah untuk melakukan upaya imunisasi MR saat itu.

“Untuk membentuk persepsi positif publik, kita akan turun ke bawah, mendatangi tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh-tokoh kunci. Setelah sosialisasi pada mereka dan mereka sadar akan pentingnya vaksinasi, maka biasanya mereka akan menyampaikan ke komunitas masing-masing. Tapi sebelum itu, kita melakukan peningkatan kapasitas terlebih dulu kepada petugas kita sebelum turun ke lapangan,” tambahnya.

Masih menurut dr Kohar, tidak semua upaya mereka berjalan mulus. Bahkan, di beberapa tempat tetap terjadi penolakan, sampai petugas tidak berani masuk ke daerah tersebut. “Tetapi, kita tetap melakukan pendekatan untuk memberikan pemahaman yang baik dan benar. Apalagi, imunisasi itu bukan hanya MR, imunisasi rutin lainnya juga harus dilakukan dan disosialisasikan,” terangnya.

Advertisement
Logo KPCPEN

KPCPEN

Wahyoe Boediwardhana, salah seorang jurnalis dari komunitas Jurnalis Sahabat Anak, mengatakan keterlibatan media dapat dijadikan sebagai salah satu ujung tombak dalam melakukan sosialisasi dan edukasi pada masyarakat.

“Kami yang punya concern, punya visi dan misi sama. Kami ingin membantu masyarakat, mengedukasi sesuatu yang sifatnya positif terkait edukasi anak,” ungkap Wahyoe dalam forum yang sama.

Dirinya menambahkan, dalam melakukan sosialisasi, media harus memahami karakter masyarakat di masing-masing wilayah di Jawa Timur, yang sangat beragam. Tantangan terbesar yang dihadapi para jurnalis, menurutnya adalah memerangi berita hoaks mengenai vaksin.

“Kami lebih memilih membanjiri masyarakat dengan informasi positif, informasi yang benar. Jadi kami tidak mau head to head dengan pembuat hoaks. Kami rasa ketika kami head to head dengan mereka, kami akan mengeluarkan energi yang lebih besar dan itu akan sia-sia,” terang Wahyoe.

Agar seluruh pemberitaan mengenai vaksin sampai dengan benar ke masyarakat, Wahyoe dan komunitas Jurnalis Sahabat Anak Jawa Timur, juga terus belajar, menambah ilmu dan pemahaman soal imunisasi. “Sebelum kami memutuskan menyampaikan pesan positif ke masyarakat. Kawan-kawan inilah (jurnalis) dulu yang kita pintarkan. Kita bagi ilmunya sebanyak-banyaknya,” ungkapnya.

Advertisement

Sampai saat ini, beragam hoaks mengenai vaksin terus membanjiri masyarakat. Karenanya, kenali ciri-ciri berita yang tidak benar dan apabila ragu, tanyakan langsung kepada ahlinya, seperti dokter dan para pakar mengenai vaksin yang terpercaya. (kpc/sit/adv)

Advertisement
Lewat ke baris perkakas