Berita
Memakai Pita Hitam, Akademisi Antikorupsi Desak Presiden Terbitkan Perppu KPK
Jember, Memontum – Sejumlah aktivis antikorupsi, aktivis peduli Hak Asasi Manusia (HAM) dan perwakilan akademisi dari beberapa perguruan tinggi berkumpul mengenakan pita hitam di Auditorium Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Universitas Jember.
Aksi solidaritas memasangkan pita hitam tersebut sebagai simbol duka terhadap gugurnya lima demonstran dan banyaknya korban luka-luka dalam aksi massa menolak RUU KUHP dan revisi UU KPK.
Pantauan media ini, mereka yang mengenakan pita hitam tanda berkabung yaitu Akademisi dari Serikat Pengajar Hak Asasi Manusia (SEPAHAM) Indonesia, Centre for Human Rights, Muliculturalism and Migration ( CHRM2) Universitas Jember, Pusat Studi Hak Asasi Manusia (PUSHAM) Universitas Surabaya, Human Rights Law Studies (HRLS) Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Pusat Pengembangan HAM dan Demokrasi (PPHD) Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS) Universitas Gadjah Mada, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Kaukus Kebebasan Akademik Indonesia (KKAI).
Ketua HRLS FH Unair dan Sekretariat KKAI, Dr Herlambang P Wiratraman mengatakan, seharusnya Presiden Joko Widodo tidak perlu takut dengan munculnya isu pemakzulan yang tidak masuk akal dan tidak boleh terpengaruh dengan sedikit banyaknya tekanan partai politik. Presiden harus meyakinkan publik dengan mempelopori pemberantasan korupsi.
“Jangan sekali-kali mengulur-ulur waktu, karena ada alasan pihaknya masih pengujian yudisial (judicial review), apalagi dengan tekanan partai politik diancam pemakzulan. Saya kira itu tidak relevan, presiden harus berdiri di atas suara publik dan konstitusi. Sehingga, kami yakin kalau presiden masih punya niat baik untuk mengembangkan strategi pemberantasan korupsi yang maksimal,” terangnya.
Menurut dia, Perppu harus segera diterbitkan untuk membatalkan RUU KUHP dan revisi UU KPK dengan waktu yang tidak terlalu lama. Terlebih, sejak awal rancangan untuk merevisi UU yang diinisiasi DPR RI tersebut menuai banyak kritikan serta penolakan dari berbagai pihak.
“Untuk itu Perppu segera di tandatangani dengan rentang waktu yang tidak terlalu lama, kami mengharap kalau alasan formalnya itu dipakai tidak lama, setelah proses itu akan otomatis sah maka segera keluarkan Perppu, karena kalau tidak akan banyak hal terjadi. Apalagi pelemahan KPK ini sejak awal terjadi, seperti dibentuknya dewan pengawas dan ada komisioner belum genap berusia 50 tahun serta masalah-masalah lainnya. Presiden harus tahu bahwa Perppu itu mimpi publik untuk memerangi korupsi,” tambahnya.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati mengatakan, pihaknya menolak segala macam bentuk peraturan dan revisi perundangan-undangan KPK. Karena hal itu masih menggantung sangat krusial, sehingga menimbulkan perdebatan paling keras dan menjadi sorotan publik.
“Kami secara tegas menolak berbagai peraturan perundangan-undangan ngawur dan mencekik kehidupan masyarakat. Kami mendengar bahwa rencana revisi atau rancangan undang-undang ditunda, tetapi ada satu revisi UU yang tidak pernah disentuh DPR dan sempat disebut oleh presiden, namun itu ditentang oleh partai politik, ” urai Asfinawati.
“Ketika revisi UU KPK ada aksi besar-besaran, presiden langsung akan menunda, tetapi revisi UU KPK tidak demikian, karena itu dari berbagai UU itu, yang paling banyak perdebatan terkait KPK,” papar Asfinawati. (Kj1/Yud/oso)