Pemerintahan

Minimalisir Pernikahan Dini, Pemkab Trenggalek Gandeng Unicef Launching Program Desa Nol Perkawinan Anak

Diterbitkan

-

Minimalisir Pernikahan Dini, Pemkab Trenggalek Gandeng Unicef Launching Program Desa Nol Perkawinan Anak
LAUNCHING: Suasana launching program Desa Nol Perkawinan Anak di Pendopo Kabupaten Trenggalek. (memontum.com/mil)

Memontum Trenggalek – Pemerintah Kabupaten Trenggalek meluncurkan program ‘Desa Nol Perkawinan Anak’, Selasa (09/08/2022) tadi. Hal ini dilakukan, untuk menekan atau meminimalisir adanya pernikahan anak usia dini, utamanya di Kota Keripik Tempe.

Secara regulasi, bupati atau pemerintah daerah, bisa membuat peraturan yang ditujukan mencegah pernikahan anak. Namun, pemerintah tidak mungkin bisa memantau sepenuhnya pergaulan anak. Padahal, perilaku atau rasa keingintahuan anak, menjadikan anak kadang terjerumus kepada kekerasan anak hingga hamil di luar nikah dan yang lainnya.

Bekerjasama dengan Unicef atau organisasi PBB yang membidangi masalah anak, Pemkab Trenggalek mencoba mengajak kader forum anak bisa ikut menjaga teman sebaya. Karena, merekalah yang biasa diajak komunikasi, bergaul dan tahu dengan teman sebayanya.

“Saya minta ada kontrol teman sebaya, yang secara regulasi pemerintah bisa berupaya memimalisasi pernikahan anak. Namun, karena yang bergaul itu teman sebaya, sehingga yang efektif adalah teman sebaya untuk mengingatkan sesamanya,” ujar Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin.

Advertisement

Dirinya juga menegaskan, bahwa hal itu perlu disosialisasikan ke masyarakat umum. Caranya, bisa melalui lomba-lomba di media sosial, atau salah satunya seperti Tik Tok. Harapannya, promosi lewat Tik Tok dan medsos untuk bersosialisasi tentang tidak ada perkawinan anak, akan lebih efektif di kalangan mereka sendiri.

Baca juga:

“Saya juga meminta kepada semua jajaran, untuk memperbanyak kuota beasiswa. Dengan semakin banyaknya kuota beasiswa, diharapkan generasi muda sekarang punya semangat mengejar cita-cita. Dengan begitu, dapat menghambat keinginan menyimpang atau menikah muda,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Trenggalek, Novita Hardiny, menambahkan kampanye stop pernikahan usia anak sama halnya menembak semua sasaran pembangunan. “Jadi, saya harus memperhatikan mulai dari anak hingga perempuan itu terlindungi, terpenuhi hak-haknya. Kemudian, juga terlindungi dari potensi kekerasan,” kata Novita.

Seperti diketahui, angka perceraian juga menjadi salah satu konsentrasi di Kabupaten Trenggalek, karena angkanya yang sangat tinggi. Salah satunya, akibat dari belum matangnya pernikahan.

Advertisement

“Jadi, kalau kita kampanye stop pernikahan usia anak, ini sama halnya menembak semua sasaran pembangunan kita,” tegasnya.

Bertepatan dengan Hari Anak Nasional tahun ini, Pemerintah Kabupaten Trenggalek secara resmi meluncurkan Desa Nol Perkawinan Anak dan Desa SAFE4C (Safe and Friendly Environment for Children). Tujuan program ini, adalah untuk membentuk layanan anak yang terintegratif di tingkat desa. Sehingga, memastikan bahwa upaya pencegahan kekerasan dapat dilakukan dari unit yang paling kecil.

“Belum lagi di masa Pandemi Covid-19 kemarin, penutupan sekolah, tekanan ekonomi, gangguan layanan, kehamilan dan kematian orang tua karena pandemi membuat anak perempuan yang paling rentan berisiko tinggi untuk menikah di bawah umur,” jelas ibu tiga anak ini.

Senada, Kepala Kantor Perwakilan Wilayah Jawa Unicef, Arie Rukmantara, menyampaikan apresiasi khususnya kepada Bupati Trenggalek dan Dinsos P3A atas respon cepat untuk Perlindungan Anak yang Kehilangan Orang Tua Akibat Covid-19. Selain melakukan pendataan dan penanganan jangka pendek serta peluncuran Gerakan Orang Tua Asuh 2021 untuk memastikan keberlanjutan Pendidikan dan Kesejahteraan Anak.

Advertisement

“Respon cepat ini penting untuk mencegah terjadinya perkawinan usia anak yang berisiko terjadi selama masa pandemi Covid-19. Di Kabupaten Trenggalek, sendiri angka dispensasi Perkawinan Anak di Tahun 2020 mencapai 456 kasus dan meningkat 2 kali lipat menjadi 956 kasus pada tahun 2021,” ujarnya.

Maka dari itu tentunya perlu upaya pencegahan perkawinan anak melalui Gerakan Desa Nol Perkawinan Anak dan Desa SAFE4C sejalan dengan pencapaian SDG tujuan ke-5 untuk penghapusan perkawinan anak dan tujuan ke-16 untuk perlindungan anak, serta memastikan semua anak terlindungi atau yang lebih dikenal sebagai No Child Left Behind. (mil/sit)

Advertisement
Lewat ke baris perkakas