Pendidikan
Perpustakaan SMPN 9 Kota Malang Hadirkan Beragam Keunikan
Memontum Kota Malang – Suasana berbeda nampak pada perpustakaan SMPN 9 Kota Malang, Rabu (17/02) tadi. Sekolah yang berlokasi di Jalan Prof Moch Yamin, Kelurahan Sukoharjo, Kecamatan Klojen itu, memiliki ruang baca yang menyuguhkan beraneka ragam keunikan.
Pustakawan SMPN 9 Malang, Jero Alit, mengatakan bahwa konsep keunikan yang tersaji di perpustakaan ini bermula saat dilakukannya persiapan menuju akreditasi.
“Perpustakaan ini dulunya di atas dan suasananya sepi, anak-anak kalau masuk aras-arasen. Lalu ketika kita mau akreditasi, saya konsultasi dengan rekan sesama pustakawan. Bagaimana sih perpustakaan yang ideal itu,” ungkapnya.
Baca: UN Dihapus, Disdikbud Kota Malang Upayakan Kriteria Kelulusan Siswa
Akhirnya setelah mendapat beberapa masukan dan mengetahui instrumen penilaian dari asesor dirinya bersama pustakawan lain di SMPN 9 Kota Malang mulai sedikit merubah tatanan.
Bahkan diakui pria yang akrab disapa Alit ini, jika penilaian maksimal 100, dia ingin mencapai nilai 101.
“Sehingga saya cari yang satu plus itu, dan saya kejar tentang keunikan di Perpustakaan ini. Sampai pada akhirnya kita mendapat nilai A karena adanya 9 keunikan yang tidak dimiliki oleh perpustakaan lainnya,” ujarnya bangga.
Keunikan tersebut antara lain adanya zona ramah anak. Dimana jika para siswa sudah selesai belajar dan membaca buku di perpustakaan, bisa memainkan permainan disitu. “Kita sediakan ada catur, ada permainan tradisional, bekel. Gitaran juga boleh,” seru Alit.
Terlebih jika ada yang ingin bernyanyi, pihaknya pun juga menyediakan Singing Glass Wall. Dinding kaca yang berisi lagu-lagu yang ia buat sendiri. Jenis lagu pun beragam, mulai dari lagu tentang adiwiyata, larangan penggunaan narkoba, ikon sekolah, dan sebagainya.
“Kemudian ada Pilar Berkarakter yang dihiasi beragam gambar. Jika ada yang menyukai puisi bisa menulis dan ditempel disini, yang pintar gambar karikatur juga boleh nempel disini. Atau ada yang mau memberi informasi tentang adiwiyata juga bisa ditaruh disini,” paparnya.
Selain itu, Pilar Budaya juga ada disini. Memuat berbagai informasi budaya yang ada di Indonesia, seperti adat istiadat.
“Kemudian ada Ngalam Mania, isinya bahasa-bahasa Malangan. Yang dibolak balik gitu, seperti ini ‘kadit rudit rek, sinau poo’. Nah seperti itu,” jelasnya sambil menunjukkan sederet bahasa Malangan yang tertempel disitu.
Selanjutnya, dia juga mengenalkan Perpustakaan Keliling yang dulu sempat beroperasi berkeliling kampung sekitar SMPN 9 Kota Malang.
“Perpustakaan Keliling ini yang mengerjakan adalah Laskar Pustaka, 1 kelas kita ambil 1 anak. Dulu Laskar Pustaka yang jumlahnya 24 sering keliling, kadang ibu-ibu di sekitar sini berhentiin mereka, buat baca-baca buku resep masakan. Tapi karena sekarang dilarang berkerumun ya sementara berhenti dulu,” tandasnya.
Disamping itu, ada Smart Broom yang memuat rumus-rumus pelajaran. Bahkan jika ada siswa-siswi yang ingin membawa pulang tempelan rumus-rumus yang ada di Smart Broom, diperbolehkan.
“Lalu ini saya sebut ‘dinding yang tau bagaimana’. Persis seperi Smart Broom, tapi rumus atau tempelan yang ada disini tidak boleh dibawa pulang. Dan yang mengisi dinding bagian ini adalah pustakawan sendiri, kalau yang Smart Broom kan murid boleh ngisi,” pungkas Alit.
Lalu yang menarik lagi adalah zona konseling, dimana dapat menjadi ruang konsultasi bagi anak-anak yang gemar maupun jarang ke perpustakaan.
“Anak-anak yang nakal-nakal, tidak pernah masuk perpustakaan, kita bawa ke sini, kemudian konseling. Kita tanya alasan tidak mau ke perpustakaan. Lalu kita beri solusi biar ada kemauan untuk mengunjungi perpustakaan,” tambahnya.
Selain itu, anak yang rajin datang ke perpustakaan juga dibina dan dipersiapkan untuk mengikuti lomba literasi. Seperti KIR (Karya Ilmiah Remaja), pidato, karya tulis, maupun lomba puisi.
Tak lupa dia memperkenalkan mural yang tidak sengaja dibuatnya bersama dengan beberapa mahasiswa dari UM (Universitas Negeri Malang) yang sedang melakukan KPL (Kajian dan Praktik Lapangan).
“Ternyata dengan mural ini kami dapat aplaus juga dari asesor waktu itu,” imbuhnya.
Baca Juga: Mahasiswa UMM Lakukan Unjuk Rasa, Tuntut Penurunan SPP
Terakhir dia mengenalkan batik hasil buatannya yang juga diangkat menjadi seragam sekolah dan dipakai setiap hari Rabu.
“Batik ini ada filosofinya, cerita mulai dari adiwiyata tingkat kota sampai nasional. Nah ini ada corak blimbing wuluh, karena waktu itu kami mengangkat blimbing wuluh untuk minuman kupubeluk (kunir putih belimbing wuluh). Kemudian ada sansivera yang kita angkat di adiwiyata tingkat provinsi,” bebernya.
Baginya, perpustakaan yang menjadi zona baca juga harus memberikan visual serta keunikan yang menarik bagi para pengunjungnya. (cw1/sit)