Hukum & Kriminal

PT KAI Digugat Warga Terkait Rencana Penggusuran Rumah, Berharap Perpres 62 Tahun 2018 Dijalankan

Diterbitkan

-

Viktor Marpaung SH bersama warga penggugat. (gie)
Viktor Marpaung SH bersama warga penggugat. (gie)

Memontum, Kota Malang – Warga terdampak rencana penggusuran PT KAI di Jl Sartono SH, Kota Malang, terus mencari keadilan. Sebanyak 7 warga telah melakukan gugatan di PN Malang. Hingga Kamis (20/2/2020) siang, mereka berharap PT KAI mentaati Perpres 62 Tahun 2018 dan mengganti penggusuran rumah dengan harga yang layak.

Saat bertemu Memontum.com pada Kamis (20/2/2020) siang, Viktor Marpaung SH, kuasa hukum warga, bahwa dalam persidangan kali ini, pihaknya melampirkan bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB ) dan juga buku nikah warga.

“Ini membuktikan bahwa warga telah 30 tahun sudah menempati objek. Jadi seharusnya PT KAI tidak serta merta meminta warga untuk pergi meninggalkan rumahnya,” ujar Viktor.

Pihaknya juga melampirkan Perpres 62 Tahun 2018 bahwa warga atau masyarakat yang sudah menetap lebih dari 10 tahun di tanah negara seharusnya dalam memberikan ganti rugi, negara atau Pemda membentuk tim untuk menentukan besaran uang santunan kepada warga.

Advertisement

“Harus dibentuk tim untuk menentukan besaran uang santunan kepada warga. Tidak seperti di Jl Sartono SH,yang tidak dibentuk tim untuk hal itu. Kalau warga diminta pindah, mereka akan kebingungan akan tinggal dimana. Kalau dibiarkan begitu saja, warga akan tidak memiliki tempat tinggal.Perpres 62 Tahun 2018 harua ditegakkan. Harus dibentuk tim untuk menentukan besaran ganti kerugian kepada warga,” ujar Victor.

Seperti diberitakan sebelumnya, sebanyak 7 warga Jl Sartono SH Kota Malang, menggugat PT KAI di Pengadilan Negeri Kota Malang. Mereka menggugat karena rumahnya telah digusur PT KAI secara sepihak dengan ganti kerugian bangunan yang cukup murah.

Fariz Aldiano Modal SH, kuasa hukum warga saat bertemu Memontum.com di PN Malang pada Kamis (16/1/2020) siang, menjelaskan bahwa para kliennya telah digusur secara sepihak.

“Sebagai pihak penggugat keberatan dengan penggusuran PT KAI. Karena sebelum-sebelumnya saat pertemuan tidak ada kesepakatan besaran ganti rugi,” ujar Aldiano usai sidang di PN Malang.

Advertisement

Sterilisasi yang dikakukan oleh PT KAI di kawasan belakang Stasiun Kota Lama ini dianggap tidak sesuai dengan Perpres 62 Tahun 2018.

“Perpres 62 sudah kami sampaikan kepada PT KAI, namun Perpres itu tidak dihiraukan. Alasannya mereka punya dasar hukum sendiri peraturan BUMN. Padahal sterilisasi terkait kepentingan proyek nasional harus menggunakan Perpres 62 Tahun 2018. Harus memperhatikan dampak sosial kepada warga yang digusur, namun hal itu tidak diperhatikan pihak Daop 8 PT KAI ,” ujar Aldiano.

Pihaknya sangat menyayangkan bahwa ganti rugi penggusuran oleh PT KAI di wilayah Belakang Stasiun Kota Lama besarannya sama antara Tahun 2013 dengan 2019.

“Ganti ruginya disamakan. Warga ditekan menyepakati. Ini sangat memberatkan warga yang tergusur. Oleh PT KAI bahwa penendatanganan berita acara warga dianggap kesepahaman. Ada sebanyak 7 warga akhirnya melakukan gugatan. Adapun besarannya untuk bangunan permanen per meternya diganti rugi Rp 250 ribu dan non permanen diganti rugi Rp 200 ribu,” ujar Aldiano yang dibenarkan Fani, kliennya.

Advertisement

Tuntutan warga hanya ingin memperjuangkan hak-haknya. Mereka sudah menempati rumah-rumah tersebut puluhan tahun, namun tiba-tiba digusur dengan ganti rugi yang cukup murah. ” Jelas dengan ganti rugi yang kecil ini kami merasa keberatan,” ujar Aldiano. (gie/tim)

 

Advertisement

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker

Refresh Page
Lewat ke baris perkakas