Hukum & Kriminal
PT STSA Kembali Pidanakan Mantan Kasirnya, Sumardhan SH : Suparmi Tidak Bersalah
Memontum, Kota Malang – PT Sapta Tunggal Surya Abadi (STSA) kembali mempidanakan mantan kasirnya Suparmi alias Nanik Indrawati (55) warga Pondok Blimbing Indah (PBI), Kecamatan Blimbing, Kota Malang.
Rabu (4/3/2020) sore, Nanik menjalani sidang pidana perdananya dengan dakwaan dugaan Pasal 263 ayat 1 KUHP Jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP atau Pasal 263 ayat 2 KUHP Jo Pasal.55 ayat 1 ke 1 KUHP dan 374 KUHP.
Pasal 263 KUHP berbunyi “Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu. Sedangkan Pasal 374 KUHP, adalah penggelapan dalam jabatan.
Perlu dikerahui bahwa Nanik pada Tahun 2017 pernah dilaporkan oleh PT STSA Ke Polresta Malang Kota terkait pasal 374 KUHP. Pada Senin (15/1/2018), Nanik akhirnya divonis bebas oleh majelis hakim karena tidak bersalah.
Nampaknya PT STSA tidak merasa kapok. Terbukti mereka kembali melaporkan Nanik terkait dugaan Pasal 263 KUHP dan Pasal 374 KUHP, yakni terkait pembebasan lahan milik Sugiyanto dan Nasiyah Tahun 2016. PT STSA mengeluarkan uang pembebasan senilai Rp 1.771.136.000, namun dalam perjalanannya diketahui ada selisih nominal pembelian dan selisih luas tanah.
“Kerugiannya kurang lebih sebesar Rp 800 juta. Pertanggung jawaban kepada PT, terdakwa menggunakan kuitansi yang diduga palsu,” ujar Wahyu Hidayatullah SH MH, Kasi Pidum.
Sementara itu Sumardhan SH, kuasa hukum Nanik usai persidangan mengatakan bahwa kliennya tidak bersalah.
“Dalam surat dakwaan Suparmi (Nanik) didakwa Pasal 263 KUHP. Membuat surat palsu atau kuitansi palsu atau pernyataan palsu. Suparmi bukan orang yang membuat kuitansi palsu. Kalau Pasal 263 KUHP dijadikan dasar dalam surat dakwaan, maka akte jual beli sertifikat atas nama PT harusnya batal secara hukum karena lahir dari sesutu hal yang haram. Suparmi hanyalah kasir, ” papar Sumardhan.
“Kasir tidak bisa melakukan pembayaran sendiri apabila dokumennya tidak bisa dilengkapi. Apalagi ini pembelian dalam nilai besar. Mestinya yang dijadikan tersangka dalam perkara ini adalah direkturnya yang bernama Adji,” ujar Sumardhan.
Sumardhan menjelaskan bahwa dalam UU Perseroan Terbatas (PT) yang bertanggung jawab baik pidana maupun perdatanya adalah direktur atau direksi.
BACA : ASN Kota Malang Terdakwa, Legalitas PT STSA Saat Lapor, Diragukan
“Dalam surat pembelian berapa nila yang harus dibayar, itu ada tanda tangan Adji. Dalam pembayaran tanpa ada persetujuan direktur, uang tidak akan bisa keluar. Jadi semestinya direkturlah yang menjadi tersangka. Masak ada kasir mau bayar Rp 600 juta tanpa persetujuan direktur,” ujar Sumardhan.
Sedangkan dakwaan Pasal 374 KUHP juga dianggap tidak sesuai jika dibebankan kepada Nanik untuk bertanggung jawab. “Pasal 374 KUHP, dianggap penggelapan dalam jabatan. Apanya yang digelapkan. Sudah jelas di UU PT, yang bertanggung jawab kan harusnya direktur. Harusnya Suparmi disini adalah saksi. Uang apa yang digelapkan. Klien saya tidak bersalah,” ujar Sumardhan. (gie/oso)