Blitar
Satgas Pangan Temukan Faktor Kenaikan Harga Telur Ayam di Blitar
Memontum Blitar – Satgas Pangan Polres Blitar melalukan sidak ke sejumlah peternak ayam petelur di Kabupaten Blitar, Senin (16/07/2018). Sidak ini dilakukan untuk mengetahui penyebab naiknya harga telur ayam. Tim Satgas Pangan mendatangi sebuah peternak ayam petelur di daerah Talun serta sebuah peternakan di Kanigoro Kabupaten Blitar.
Dari hasil sidak, tim Satgas Pangan menemukan sejumlah fakta, bahwa melonjaknya harga telur ayam di pasaran, ternyata bukan hanya disebabkan karena dilarangnya Antibiotic Growth Promoters (AGP) dan Ractopamine sejak awal 2018 lalu. Namun terdapat berbagai faktor lain yang menyebabkan penurunan produksi telur ayam sejak September 2017 lalu. Faktor yang dimaksud diantaranya adalah faktor cuaca, penyakit, serta menejemen dari pemilik peternakan sendiri.
“Dari sidak yang sudah dua kali kami lakukan, lonjakan harga di pasaran disebabkan karena turunya produksi. Penurunan produksi itu dipicu berbagai faktor salah satunya adalah faktor cuaca dan penyakit,” kata AKBP Anissullah M Ridha, ketua tim Satgas Pangan Polres Blitar, Senin (16/7/2018).
Hal senada dijelaskan Agus Pranoto, manager peternakan ayam petelur di Desa Jatinom, Kecamatan Kanigoro. Menurut Agus, pelarangan penggunaan Antibiotic Growth Promoters (AGP) bukanlah penyebab utama turunya produksi yang hanya mencapai 60 sampai 80 persen.
“Pelarangan AGP pasti pengaruh. Tapi itu bukan pengaruh utama. Banyak faktor lain, karena penurunan produks. Dulu produksi bisa sampai 96 persen sekarang bisa 86 persen saja sudah setengah mati, dan hal ini sudah terjadi sejak tahun lalu. Padahal pelarangan penggunaan AGP kan baru awal 2018 lalu,” jelasnya.
Sementara Kabid Kesmavet Dinas Peternakan Kabupaten Blitar, drh. Yuda Satya Wardhana yang ikut dalam rombongan sidak juga mengakui hal yang sama. AGP tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap ayam petelur jika dihentikan penggunaanya. Namun hal ini berbeda dengan ayam broiler yang memang akan lebih rentan terserang penyakit jika penggunaan AGP dihentikan.
“Sejak tahun lalu memang ada drop production syndrome. Namun sindrom itu karena penyakit apa belum kami ketahui. Saat ini Dinas Peternakan masih melakukan penelitian,” tuturnya. (jar/yan)