Banyuwangi
Sebanyak 15 Desa di Banyuwangi Jadi Pilot Project Implementasi Masterplan Pengelolaan Sampah Terintegrasi
Memontum Banyuwangi – Pemkab Banyuwangi telah memiliki masterplan sistem pengelolaan sampah terintegrasi. Bahkan, Pemkab mulai mengimplementasikan sistem tersebut ke desa-desa. Dalam hal ini, terdapat 15 desa, yang menjadi pilot project implementasi masterplan atau Dokumen Rencana Induk Persampahan (DRIP) jangka panjang tersebut.
Beberapa desa itu, yakni Desa Purwodadi (Kecamatan Gambiran, red), Kluncing (Licin), Glagah (Glagah), Sumberberas (Muncar), Tembokrejo (Muncar) dan Setail (Genteng). Kemudian, juga ada, Sidodadi (Wongsorejo), Tamansari (Licin), Genteng Wetan (Genteng) dan desa-desa lain.
Penerapan masterplan di desa-desa tersebut, dilakukan bersama Avfall Norge, yang merupakan Asosiasi Persampahan Norwegia dan turut menyusun Masterplan DRIP melalui Program Clean Ocean Through Clean Communities (CLOCC).
Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, bertemu CEO Avfall Norge, Runar Bålsrud, untuk membahas implementasi masterplan tersebut, di Kantor Bupati Banyuwangi, Rabu (07/02/2024) tadi.
“Kami libatkan anak-anak muda yang tergabung dalam tim pendamping program. Di tiap desa, tim ini nanti yang mendampingi untuk melakukan pengelolaan sampah secara terintegrasi,” kata Bupati Ipuk.
Baca juga:
Tim tersebut, lanjutnya, diisi oleh anak-anak muda Banyuwangi yang tergabung dalam Yayasan Rijik Pradana Wetan. “Di awal, memang 15 desa pilot project. Selanjutnya, akan disebar ke seluruh wilayah Banyuwangi,” tambahnya.
Sementara itu, CEO Avfall Norge, mengatakan bahwa penguatan pengelolaan sampah di tingkat desa adalah salah satu kunci dalam membangun sistem pengelolaan sampah yang sistematis dan berkelanjutan. “Dari tim ini, diharapkan anak-anak muda Banyuwangi ke depan bisa mengawal pengelolaan sampah daerah secara mandiri,” ungkapnya.
Ditambahkan Chairman Yayasan Rijig Pradana Wetan, Ciptosari, bahwa timnya akan fokus melakukan pendampingan untuk menciptakan pengelolaan sampah sesuai dengan skema ‘Tangga Layanan Sampah’. “Tangga Layanan Sampah merupakan tingkatan kondisi riil pengelolaan sampah di sebuah area. Karena kondisi pengelolaan sampah di desa-desa beragam, maka teknis pendampingannya juga menyesuaikan dengan kondisi eksisting,” terang Ciptosari.
Tangga Layanan Sampah terdiri atas lima tingkatan kondisi pengelolaan sampah. Pertama, kondisi tidak ada pengelolaan, yakni sampah di lingkungan bercecer dan masih banyak perilaku membakar sampah.
Kedua, pengelolaan sampah dasar, yakni warga sudah menyediakan tempat sampah dan ada pengakutan kolektif. Ketiga, pengelolaan sampah layak, yakni sampah sudah terkumpul dan terkelola, diangkut, diolah dan dibuang ke TPS/TPS3R, ada iuran sampah serta petugas pengumpul sampah.
Keempat, pengelolaan sampah aman, yaitu semua sampah sudah terkelola dan aman, ada upaya pemilahan sampah dan daur ulang, kepengurusan pengelolaan sampah. Kelima, pengelolaan sampah sirkular yakni terpenuhinya tangga empat ditambah adanya insentif dan disinsentif.
“Misalnya Desa Kluncing dan Desa Sidodadi saat awal didamping masih di tangga pertama, belum ada layanan pengelolaan sampah. Maka kami dorong untuk masuk pada tangga kedua untuk masuk ke layanan dasar,” urai Ciptosari.
Sementara untuk Desa Tamansari dan Glagah sudah ada TPS yang didorong mencapai Tangga Layanan Aman, dengan mengedukasi warga untuk melakukan proses 3R dan mendorong pemerintah desa menerbitkan aturan pengelolaan sampah. (kom/gie)