Kota Malang
Sempat Disegel karena Dugaan Prostitusi, Dua Penginapan di Tlogomas Mulai Beroperasi
Memontum kota Malang – Setelah sempat dilakukan penyegelan selama kurang lebih sebulan, dua penginapan di Kelurahan Tlogomas, Kota Malang, yang sebelumnya sempat diduga jadi tempat prostitusi, akhirnya mulai beroperasi kembali, Selasa (27/06/2023) tadi. Beroperasinya penginapan, tentunya dengan beberapa persyaratan sesuai dengan berita acara yang telah disepakati bersama dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Malang.
Kepala Bidang Ketentraman dan Ketertiban Umum (KKU) Satpol PP Kota Malang, Rahmat Hidayat, menyampaikan jika ada beberapa persyaratan dasar yang dilakukan untuk membuka segel dan banner penutupan ke dua penginapan. Diantaranya, yaitu terkait dengan perizinan yang telah tercatat di Dinas Tenaga Kerja, Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Disnaker PMPTSP)
“Perizinan dari PMPTSP di OSS nomor induk usahanya bukan hotel. Baik itu hotel bintang maupun melati. Di sini, ternyata hanya Klarifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 55900 akomodasi lainnya untuk kegiatan usaha dengan jangka waktu tertentu, yaitu penginapan dengan jangka waktu tertentu. Contohnya rumah kos,” jelas Rahmat, seusai melakukan pembukaan segel dan banner tadi.
Baca juga:
Sehingga, pihaknya memverifikasi terkait dengan izin rumah kos sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 tahun 2006 tentang penyelenggaraan pemondokan. Di dalam aturan itu, bisa berjalan apabila pengelola atau pemilik melaksanakan rumah kos.
“Rumah kos di sini salah satu syarat utamanya tidak boleh campur. Harus jelas, antara putri atau putra. Tapi berdasarkan berita acara tadi, di sini dua-duanya menyatakan sama-sama kos putra dan suami istri (pasutri). Tentu, ini tidak boleh memasukkan tamu lawan jenis ke dalam kamar. Kecuali, dengan menunjukkan surat nikah,” ujarnya.
Lalu, kedua kos-kosan tersebut menurutnya harus memiliki fasilitas ruang tamu. Dimana, itu difungsikan bagi tamu yang berkunjung dan berlawanan jenis. Namun, disebutkan jika ada catatan yang paling krusial, yaitu masalah tempat parkir.
“Ke dua pemilik usaha sepakat bahwasanya tamu di sini hanya menyesuaikan dengan daya tampung parkir yang ada. Jadi, kalau daya parkirnya hanya cukup berapa kamar ya itu. Ke depan, apabila meluber ke jalan, maka siap untuk membongkar bangunan dalam untuk disediakan parkir,” lanjutnya.
Selain itu, kedua kos-kosan tersebut juga siap melaksanakan Perda Nomor 8 tahun 2005 tentang tempat larangan pelacuran dan perbuatan cabul. Apabila peraturan tersebut dilanggar, maka kedua usaha siap diberikan sanksi dan teguran.
“Kemarinkan isunya ke sana, maksudnya kita pernah razia ke arah sana. Mereka siap untuk sanksi. Apabila nanti dilanggar, nanti kita berikan teguran. Baik itu teguran satu, dua, tiga, kemudian rekomendasi untuk izinnya dicabut. Kalau izin dicabut mereka tidak bisa usaha apa-apa, karena melanggar ketentuan itu,” katanya.
Kemudian, mengenai Perda Nomor 3 tahun 2012, mengenai ketertiban umum dan lingkungan, yaitu untuk tidak membuat gaduh. Seperti, jalan-jalan dengan mengenakan pakaian yang tidak pantas, dan beteriak mengganggu ketenangan.
“Kalau membuat gaduh, itu bisa kena perda Ketentraman dan Ketertiban Umum (Tantribum),” tambahnya.
Terakhir, yaitu Perda Nomor 16 tahun 2013 tentang kepariwisataan. Yaitu terkait dengan tindak asusila, dilarang adanya kegiatan prostitusi, minuman beralkohol, narkoba, dan sebagainya.
“Apabila Perda-perda itu dilanggar, maka sanksi administrasinya itu mulai teguran satu dua tiga sampai ke rekomendasi pencabutan izin. Di kedua kos-kosan itu juga nantinya harus ada induk semangnya untuk mengawasi kegiatan dari mereka,” imbuhnya. (rsy/sit)