Jember

Tenaga Magang Kesehatan dan Non Kesehatan Geruduk Gedung DPRD Jember

Diterbitkan

-

Tenaga Magang Kesehatan dan Non Kesehatan Geruduk Gedung DPRD Jember

Memontum Jember – Sekitar 80 orang perwakilan tenaga magang kesehatan dan non kesehatan se-Kabupaten Jember mendatangi Gedung DPRD Jember di Jalan Kalimantan, Kecamatan Sumbersari, Kabupaten Jember. Kedatangan mereka secara bersama-sama itu, untuk mengadukan nasib soal SK Bupati yang selama kurang lebih tujuh tahun, tidak ada perubahan.

Pasalnya, selama bertugas di Puskesmas, terkait honor ataupun jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan, terkesan tidak ada perhatian dari pemerintah.

Ketua Magang Mandiri Kesehatan Kabupaten Jember, Teguh Chandra Krisnanto, mengatakan bahwa terkait nasib soal honor dan jaminan sosial kesehatan ataupun ketenagakerjaan yang dikeluhkan, dialami oleh sekitar 1.116 tenaga magang, yang tersebar di 50 Puskesmas se-Kabupaten Jember. “Kedatangan kami ini, untuk menyampaikan aspirasi ke Komisi D, guna menyerukan aspirasi teman-teman. Ada 80 orang perwakilan dari 50 Puskesmas se-Kabupaten Jember,” kata Teguh, saat dikonfirmasi di Gedung parlemen, Rabu (22/12/2021).

Disampaikan Teguh, aspirasi yang dimaksud diantaranya adalah soal honor yang dinilai kurang manusiawi di kondisi saat ini. “Kami ini diangkat oleh Kapus (Kepala Puskesmas), yang sebelumnya SK itu dari Puskesmas. Kemudian, sekitar tahun 2014, SK kami dari Bupati lewat Dinkes (Dinkes). Tapi tujuh tahun berlalu, tidak ada perubahan soal honor. Gaji kita yang magang mandiri Nakes (tenaga kesehatan) dan non Nakes, mentok Rp 950 ribu dan paling rendah Rp 350 ribu per bulan,” sambungnya.

Advertisement

Untuk tenaga magang mandiri kesehatan non kesehatan, lanjutnya, bahkan sudah mengabdi puluhan tahun. “Ada paling lama 35 tahun, ada yang sudah pensiun, bahkan ada yang sudah meninggal karena terdampak Covid kemarin. Tapi soal honor tidak ada perhatian,” ucapnya.

Tidak hanya soal honor, kata pria yang juga seorang perawat ini, honor pun menurutnya dinilai tidak sesuai. Terkait jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan, selama ini juga diakui membayar sendiri.

“Tidak ada dari pemerintah. Sehingga kita menuntut ada perhatian soal SK Bupati dengan gaji UMR juga perhatian soal jaminan sosial,” ucapnya.

Lebih jauh Teguh juga menyampaikan, sebelum diputuskan melakukan aksi mendatangi Gedung Parlemen. Para tenaga magang kesehatan dan non kesehatan sebelumnya sudah mendatangi Dinas Kesehatan Jember.

Advertisement

“Kita sudah komunikasi dengan Dinas Kesehatan Jember, katanya sudah dibicarakan soal nasib tenaga magang ini. Tapi karena tidak jelas nasibnya kita ke DPRD Jember ini,” paparnya.

Baca juga :

Teguh juga menambahkan, dengan kondisi nasib yang dinilai kurang ada perhatian dari pemerintah. Kondisi saat pandemi Covid juga menjadi kekhawatiran bagi mereka.

“Terkait kondisi saat pandemi Covid ini, bahkan kita harus bekerja dari pagi hingga malam. Sebenarnya, ada insentif tapi tidak sama nominalnya (tergantung kebijakan dari Kepala Puskesmas). Untuk nominal kisaran Rp 1 sampai 2 juta dan tidak rutin tiap bulan. Keluarnya insentif itu dari Dinkes, ada yang dua bulan (baru keluar), ada juga yang 3 bulan. Kita berharap ada perhatian dan akan kita kawal agar mendapat dukungan. Pesannya pak dewan untuk terus mengawasi,” imbuhnya.

Perlu diketahui, untuk tenaga magang kesehatan diantaranya bidan dan perawat. Sedangkan untuk tenaga magang non nakes adalah admin, apoteker, lab, cleaning service, dan tenaga dapur.

Advertisement

Terkait kedatangan tenaga magang kesehatan dan non kesehatan yang mendatangi Gedung Parlemen tersebut, diterima 20 orang perwakilan untuk rapat dengar pendapat di dalam Ruang Komisi D DPRD Jember.

Anggota Komisi D DPRD Jember, Edi Cahyo Purnomo, menilai bahwa tuntutan yang disampaikan tersebut merupakan hal wajar. Pasalnya, melihat tugas dan tanggung jawabnya dalam dunia kesehatan terlebih saat pandemi Covid saat ini. Para petugas nakes dan non nakes adalah garda terdepan.

“Menurut kami masuk akal, selama ini keberadaan mereka itu kerjanya jelas. Cuma secara aturan keberadaan mereka sebagai tenaga atau pegawai pemerintah yang bekerja di Puskesmas ini tidak jelas. Karena terkunci dengan kontrak magang mandiri,” kata pria yang juga akrab dipanggil Ipung itu.

Dirinya menjelaskan, setelah dikeluarkannya UU Nomor 5 tahun 2014 tidak ada pengangkatan PNS. Namun diganti dengan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).

Advertisement

“Namun demikian, tentunya terhadap para tenaga magang kesehatan dan non kesehatan ini harus diperhatikan. Biar nantinya ada kejelasan kedudukan mereka. Karena selama ini namanya magang disana, yo sak weh-wehi (dikasih upah berapa saja). Ya pokoknya pemerintah memberikan (upah) segitu, terimanya segitu,” ucapnya.

Lebih lanjut legislator dari PDI Perjuangan, mengatakan kalau pihaknya akan mendorong pemerintah agar ada perhatian. “Apalagi soal jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan yang harus membayar sendiri. Mungkin persoalan ini tidak serta merta menjadi ASN, tapi dapatnya mengakomodir mereka (menjadi) tenaga honorer. Supaya bisa masuk menjadi pegawai pemerintah (P3K) itu,” sambungnya.(ark/rio/sit)

Advertisement

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker

Refresh Page
Lewat ke baris perkakas