Pendidikan

UB Kukuhkan 2 Guru Besar Baru

Diterbitkan

-

UB Kukuhkan 2 Guru Besar Baru

Memontum Kota Malang – Universitas Brawijaya (UB) kembali menambah dua guru besar dengan menambah dua dosen yaitu Prof. Dr. Ir. Agus Suryanto, MS dari Fakultas Pertanian (FP) yang dikukuhkan sebagai Profesor dalam Bidang Ilmu Ekologi Tanaman dan Prof. Ir. Hadi Suyono, S.T., M.T., Ph.D., IPU yang dikukuhkan sebagai Profesor dalam Bidang Ilmu Rekayasa Sistem Daya dan Kecerdasan Buatan. Dengan Total saat ini, UB telah menghasilkan 264 profesor aktif.

Bertempat di Gedung Widyaloka UB, Rabu (22/7/2020). UB yang melakukan sesi pengukuhan dua dosen besar tersebut melalui live youtube official UBTV. Prof. Dr. Ir. Agus Suryanto, MS yang dikukuhkan sebagai Profesor dalam Bidang Ilmu Ekologi Tanaman ini merupakan profesor aktif ke-43 dari FP, dan profesor aktif ke-186 di UB. Sedangkan Prof. Ir. Hadi Suyono, S.T., M.T., Ph.D., IPU yang dikukuhkan sebagai Profesor dalam Bidang Ilmu Rekayasa Sistem Daya dan Kecerdasan Buatan ini merupakan profesor aktif ke-15 dari FT, profesor aktif ke-187 di UB.

UB Kukuhkan 2 Guru Besar Baru

Prof. Dr. Ir. Agus Suryanto, MS menyampaikan pidato ilmiah pengukuhan profesor yang berjudul: “Strategi Peningkatan Efisiensi Konversi Energi Matahari pada Sistem Produksi Pertanian melalui Pengelolaan Pola Tanam”. Indonesia yang sebagai negara agraris, kaya akan cahaya matahari, produksi tanaman pertanian seharusnya tidak semata-mata mengandalkan input dari sarana produksi buatan, seperti pupuk kimia.

“Seharusnya kita bisa lebih memanfaatkan cahaya matahari yang berlimpah ini. Produktivitas tanaman pertanian juga dipengaruhi oleh kemampuan tanaman dalam mengkonversi energi matahari menjadi energi kimia melalui proses fotosintesis,” terang dosen Jurusan Budidaya Pertanian ini.

Advertisement

Menurutnya, konversi energi matahari menjadi energi kimia, efisiensinya sangat rendah, yaitu hanya sekitar dua persen. Nilai Efisiensi Konversi Energi (EKE) yang rendah ini disebabkan oleh beberapa hal salah satunya penggunaan sebagian energi matahari untuk transpirasi dan pembongkaran kembali hasil fotosintesis dalam proses respirasi, dan disebabkan pula oleh sistem budidaya tanaman yang kurang tepat sehingga mengakibatkan energi matahari tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal.

Hasil penelitian Agus Suryanto menunjukan perbaikan lingkungan tanaman dengan pola penataan tanaman. Hal ini bisa mengatur waktu tanaman pemilihan varietas berdaun tegak (errect) dan tata letak tanaman dalam baris ganda pada tanaman padi, pemberian mulsa dan penggunaan tata letak baris ganda pada tanaman jagung, penambahan populasi dan penanaman secara tumpangsari pada tanaman kentang.

“Ini mampu meningkatkan EKE antara satu sampai tiga persen tergantung perlakuan dan jenis tanaman. Peningkatan EKE ini diikuti pula dengan peningkatan produksi tanaman hingga 50%,” tegasnya.

Sementara itu Prof. Ir. Hadi Suyono, S.T., M.T., Ph.D., IPU, dalam pidato ilmiah pengukuhan Profesor dengan judul “Strategi Percepatan Integrasi Pembangkit Energi Baru dan Terbarukan pada Sistem Tenaga Listrik di Indonesia”. Menjelaskan kebutuhan akan energi listrik baik di dunia global dan di Indonesia pada setiap tahunnya mengalami peningkatan seiring peningkatan dan perbaikan ekonomi global.

Advertisement

“Secara global, konsumsi energi listrik dunia pada tahun 2018 meningkat sekitar tiga sampai lima persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dengan kenaikan rata-rata per tahun tiga koma satu persen sejak tahun 2000,” terang Ketua Jurusan Elektro FT-UB ini.

Namun demikian, sumber energi listrik terbesar masih disuplai oleh pembangkit dengan bahan bakar fosil yaitu batu bara, minyak bumi, dan gas alam. Penggunaan bahan bakar fosil ini telah memberikan dampak lingkungan dengan adanya pencemaran udara, air, dan dihasilkannya berbagai gas emisi yang menyebabkan gas emisi rumah kaca (global warming).

Untuk mengurangi kelangkaan bahan bakar fosil dan untuk mengurangi pencemaran lingkungan, maka pembangkit listrik berbasis energi baru dan terbarukan (EBT) perlu di implementasikan dan di kembangkan. Ketersediaan teknologi dan pembangkit EBT juga akan memberikan jaminan peningkatan ketersediaan pekerjaan dan manfaat ekonomi lainnya. Dibandingkan dengan teknologi bahan bakar fosil, yang biasanya mekanis dan padat modal, industri energi terbarukan lebih padat karya.

Panel surya yang membutuhkan tenaga kerja untuk instalasinya, wind farm membutuhkan teknisi untuk pemeliharaan. “Ini berarti bahwa secara rata-rata, lebih banyak pekerjaan yang dapat diciptakan untuk setiap unit listrik yang dihasilkan dari sumber terbarukan dibandingkan dari bahan bakar fosil,” tegasnya. (mg1/yan)

Advertisement

 

Advertisement
Lewat ke baris perkakas