Surabaya
Jarwo Mantan Direktur Pelindo Akhirnya Bebas, Jaksa Tak Mampu Buktikan Dakwaan
Memontum Surabaya — Sidang babak akhir terkait perkara Pelindo digelar di Ruang Cakra Pengadilan Negeri Surabaya. Sidang kali ini adalah pembacaan putusan yang berjumlah kurang lebih 150 halaman dibacakan oleh 3 hakim bergantian, Senin (4/12/2017). Dalam fakta persidangan ini, kedua terdakwa duduk dengan perasaan tegang mendengarkan amar putusan yang dibacakan oleh ketiga hakim.
Meski jaksa penuntut umum dari Kejari Tanjung Perak Surabaya, telah menuntut terdakwa Jarwo selama 3 tahun penjara dan terdakwa Yolanda dituntut oleh jaksa penuntut umum 1 tahun penjara, namun hakim berpendapat lain terkait perkara ini.
Hakim berpendapat, unsur menguntungkan sendiri tidak terpenuhi. Bahkan hakim berpendapat dalam persidangan ini, tidak ditemukan unsur kesepakatan kejahatan bersama untuk mementingkan diri sendiri. Juga peranan kedua terdakwa tidak memenuhi unsur.
Menimbang bahwa terdakwa Sujarwo dan terdakwa Yolanda tidak terpenuhi unsur-unsur pasal 263 KUHP, maka kedua terdakwa dibebaskan. Terkait terdakwa membelanjakan, unsur tersebut obyektif dan tidak merugikan golongan tetapi individu. Hakim menimbang, terdakwa I dan terdakwa II tidak pernah membelanjakan atau mengalihkan uang, maka terdakwa dibebaskan dari dakwaan jaksa.
Mengadili tidak bersalah dan tidak memenuhi unsur dakwaan satu dan dakwaan dua, maka terdakwa dibebaskan. Sedangkan terdakwa II, Yolanda juga tidak terbukti membelanjakan uang, maka Yolanda dibebaskan.
“Mengadili terdakwa I, Jarwo tidak terbukti adanya pencucian uang. Sedangkan terdakwa Yolanda terbukti bersalah karena mentransfer uang untuk membelanjakan. Tetapi tidak merugikan golongan, maka terdakwa Yolanda dibebaskan,” jelas Ketua Majelis Hakim, Maxi. Putusan hakim tersebut diterima, tetapi Jaksa Penuntut Umum mengajukan kasasi.
Seperti diketahui, kasus pungli pemeriksaan karantina di TPS ini, terungkap saat kepolisian dari Mabes Polri menangkap Direktur Utama PT Akara Multi Karya, Augusto Hutapea, saat sedang mengambil uang dari importir. Pada saat dikembangkan, uang pungli mengalir ke terdakwa Djarwo sebanyak Rp 1,5 milyar dan terdakwa Rahmat Satria sebanyak Rp 3 milyar juga ke Firdiat Firman Rp 3 milyar. (sri/yan)