Pemerintahan
Puncak Peringatan Hari Jadi Ke-827 Trenggalek Ditutup dengan Lakon Wayang Ruwatan Murwokolo
Memontum Trenggalek – Puncak peringatan Hari Jadi ke 827 Kabupaten Trenggalek ditutup dengan Pagelaran Wayang Kulit semalam suntuk disertai dengan pesta kembang api.
Meski digelar ditengah pandemi Covid 19, kemeriahan malam puncak peringatan Hari Jadi tentu tidak mungkin digelar semeriah mungkin seperti tahun sebelumnya.
Baca Juga:
- Paripurna DPRD, Pjs Bupati Trenggalek Serahkan Nota Keuangan Raperda APBD 2025
- Over Weight, Puluhan Personel Polres Trenggalek Lakukan Program Penurunan Berat Badan
- Ketua DPRD Trenggalek Definitif Periode 2024-2029 Resmi Ditetapkan
“Ini dilakukan guna menghindari kerumunan agar penyebaran Covid-19 bisa diminimalisir. Dan ini menjadi alasan kenapa rangkaian peringatan Hari Jadi 827 Trenggalek tidak bisa digelar meriah. Yang paling penting syarat spiritualnya tercukupi,” ungkap Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin, Selasa (31/08).
Dijelaskan Bupati muda ini, Kirab Pusaka tetap ada, namun dikemas dengan cukup sederhana. Begitu juga dengan pagelaran wayang kulit, tetap digelar namun hanya sebatas wayang ruwatan.
“Mengambil lakon Murwokolo, dengan Dalang Ki Marjan (Gareng) asal Sugihan, Kecamatan Kampak, lakon ini di ikhtiarkan agar wabah Pandemi Covid-19 bisa segera berakhir,” harapnya.
Suami Novita Hardiny ini menyebut, dulu pagelaran wayang ini berjalan sangat meriah. Banyak warga dari berbagai kecamatan datang menyaksikan pagelaran ringgit ini. Namun, karena kondisi yang terjadi saat ini. Pagelaran wayang kulit tidak bisa dilaksanakan.
“Sedih tentunya, dan ingin melihat kemeriahan itu kembali. Namun karena pandemi kita harus bisa menahan diri. Yang penting niat dan ikhtiarnya semoga dikabulkan,” terang Bupati Arifin
Sementara itu, dalang yang lekat dipanggil dengan nama panggung Gareng (salah satu Punakawan) tersebut menuturkan, Murwokolo itu bila orang punya anak satu yang disebut ontang anting. Anak laki laki 2 istilah jawanya disebut ugel-ugel lawang. Sedangkan 2 perempuan disebut kembang setaman.
“Lancuran kapit sendang adalah anak laki-laki satu diapid 2 anak perempuan. Sedangkan sendang kapit lancuran, anak peeempuan satu diapid 2 anak laki-laki. Pendowo limo, 5 anak laki-laki semua. Sedangkan Pendawi limo anak 5 perempuan semua,” ucap Ki Marjan.
Pendowo uncal-uncal anak perempuan 4 laki-lakinya satu. Pendowo nglumbungi, anak laki-lakinya empat, anak perempuannya 1. Menurut sejarahnya bila ini tidak diruat menjadi makanan Batara Kala (akan terus mendapatkan musibah).
Sedangkan lakon Murwokolo malam ini, lanjut Ki Marjan, menceritakan lingkup Pendopo Agung Trenggalek. “Ceritanya nanti, air sembilan dikepung Batara Kala yang mengejar orang yang menggoda,” tuturnya.
Diharapkan oleh salah satu dalang senior lokal Trenggalek tersebut musibah yang menimpa Trenggalek dan tanah air bisa lekas segera sirna. Sehingga masyarakat dapat hidup sejahtera. Wayang ruwatan ini digelar cukup sederhana dengan tamu undangan yang juga sangat terbatas. (mil/ed2)