Kota Malang
Manfaatkan Kemudahan Fintech, Konsumen Harus Siap Konsekuensinya
Memontum Kota Malang – Perkembangan teknologi tak lagi mampu dibendung. Hampir semua sektor memanfaatkan teknologi. Salah satunya perkembangan online shopping dengan metode pembayaran finansial technology (Fintech). Tentunya dengan berbagai kemudahan tersebut, akan banyak konsekuensi yang harus dijalani masyarakat sebagai konsumen.
“Online shopping itu memudahkan customer. Bank Indonesia sangat mendukung, karena berdampak positif bagi perekonomian Indonesia. Makin mudah maka pertumbuhannya makin cepat. Saya berpesan, walaupun belanja online itu mudah, namun jangan terlalu konsumtif, seperlunya saja. Karena kemudahan itu kan hanya daya tarik,” jelas Difi Ahmad Johansyah, Kepala Perwakilan BI Propinsi Jawa Timur, kepada Memo X, usai mengisi seminar bertajuk “Urgensi sistem pembayaran dan peran strategis Bank Sentral dalam penguatan sektor keuangan di Indonesia” di gedung Pascasarjana FEB UB lantai 7, Kamis (14/2/2019).
Difi menambahkan, Indonesia mampu memulai gerakan non tunai untuk mengurangi ketergantungan pada uang tunai. Hal ini sekaligus sebagai literasi keuangan baik secara positif maupun negatif. “Semua sistem itu bagus, namun juga ada konsekuensi resiko yang harus ditanggung konsumen. Misal deposit, debit tagihan untuk pembayaran hutang. Jadi jangan terlalu manja dengan kemudahan, namun resikonya akan memberi kerugian tersendiri. Harus hati-hati, terlebih dengan sistem lending, harus paham resikonya,” tambah Difi.
Gerakan non tunai dikenalkan sejak 2013, namun lambat karena masih banyak pihak yang belum siap. Transaksi tunai juga tidak bisa dihilangkan, seperti transaksi di daerah terpencil. “Kalau belum siap ya nggak papa jangan dipaksakan. Karena selama ini mereka masih menerima uang tunai. Tidak perlu memaksa, tunggu prosesnya. Lama kelamaan mereka juga akan bisa beradaptasi,” ungkap Difi.
Online shopping atau Fintech juga turut mempengaruhi kurs rupiah. Dengan kemudahan sistem, banyak pula konsumen luar negeri yang berbelanja produk Indonesia. Khususnya di bidang UMKM, pangan, dan lainnya. “Untuk menguatkan rupiah, kita harus menguatkan ekspor dan cari devisa yang banyak. Contohnya sektor pariwisata, dapat mendatangkan devisa,” tandas Difi.
Sementara itu, Ketua Program Studi Ekonomi, Keuangan, dan Perbankan FEB UB, Setyo Tri Wahyudi, PhD, mengatakan dalam online shopping, harga bukan menjadi prioritas utama. Namun kemudahan memperoleh barang tanpa perlu membuang tenaga dan waktu untuk memenuhi kebutuhan itu yang dicari konsumen.
“Keuntungannya ga seberapa, misal Rp 1.000 dikalikan berapa dari jumlah penduduk sebagai konsumen. Contohnya Flash Sale Bukalapak, harga emas 50 gram Rp 30 juta dijual hanya Rp 12.000. Peminatnya sangat banyak, meski hanya 1 pembeli terpilih yang beruntung. Program ini menarik dan mampu menjadi mindset bahwa belanja di Bukalapak itu murah. Nah fungsi bank sentral untuk menjaga inflasi dalam transaksi tersebut,” terang Setyo. (adn/yan)