Surabaya
Dua Kali Teguran Tertulis, Pelanggar KTR Didenda Rp 250 Ribu
Memontum Surabaya—Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) selesai difinalisasi DPRD Kota Surabaya. Di dalamnya tidak lagi mencantumkan lima titik, namun menjadi delapan titik larangan merokok. Mira Novia dari Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya, Soeseno Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) dan Slamet Hadi Purnomo selaku Kepala Biro Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara Jawa Timur berdiskusi dan membedah mengenai cara Surabaya mengatur rokok. Diskusi digelar di Kantor LKBN Antara Jatim, Jalan Kombes Pol Duriat, Selasa (26/2/2019).
Menurut Mira, untuk mengatur tempat-tempat merokok dan perilaku merokok dengan para perokok harus mengedepankan penghargaan bagi mereka yang tidak merokok. “Untuk kegiatan merokok, ya harus di tempat merokok yang sudah disediakan tempatnya. Banyak fasilitas tempat untuk merokok, dan besar juga bagus,” kata Mira seusai berdiskusi.
Menurutnya, kantor, tempat umum (mall, stasiun, tempat lainnya), tempat bermain anak, atau tempat insidentil (acara perayaan/formal) selama ini telah dipantau oleh pihak Dinkes dengan cara berkeliling. Rupanya saat melakukan pantauan, Dinkes malah banyak mendapati orang-orang yang masih merokok disembarang tempat.
Untuk selanjutnya, Raperda KTR yang menyebutkan ada delapan tempat tinggal menunggu disahkan oleh DPRD melalui paripurna. “Jika sudah didok atau disahkan satu sampai dua bulan, kami (Dinkes) akan monitoring ke kawasan tanpa rokok yang sudah ditentukan,” ujarnya.
Tak hanya rokok saja yang akan diberantas Dinkes, tetapi juga vapor (rokok elektrik) yang kini tengah hits. Rupanya terdapat banyak hal buruk dari penghisap vapor, Mirna mengatakan, jika terdapat empat ribu unsur kimia yang masuk dalam vapor.
“Jadi semua jenis rokok baik yang tembakau maupun vapor tercantum dalam perda KTR. Dulu kawasan terbatas merokok, sekarang kawasan tanpa merokok,” jelas Mira.
Sementara itu, Soeseno Ketua APTI mengatakan, kalau melihat Perda KTR yang sekarang di Surabaya ada beberapa teman-teman dari anggota legislatif yang justru mempertanyakan kan. “Itu sudah diimplementasi? Makanya mereka mempertanyakan kenapa kita revisi kalau yang itu saja implementasikan,” ujarnya.
Soeseno yang mengaku mendapatkan informasi tersebut dari membaca media. “Itu artinya implementasi tidak efektif. Kenapa begitu? Ya itu berarti dulu membuatnya asal dibuat saja” tambahnya.
Menurutnya, esensi dari Perda mamang tidak mengatur produk. Tetapi perilakulah yang diatur, yakni perilaku rokoknya.
“Apakah perilaku ini mengatur perilaku efektif penegakan di beberapa pengalaman atau di Surabaya yang dulu? Itu juga dipertanyakan dengan anggota dewan bahwa itu masih belum dilaksanakan dengan benar dan baik,” tutupnya. (est/ano/yan)