Surabaya
Pemkot Ngotot Pungut Pajak PKL, Machmud: Beri Peluang, Bukan Hantui Pungutan
Memontum Surabaya – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya hingga kini ngotot dan akan tetap menerapkan pajak restoran untuk pedagang kaki lima (PKL) dan warung kopi (Warkop). Pasalnya, pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 tahun 2011 tentang Pajak Daerah, khususnya pasal 10 ayat 5 menyebutkan, bahwa nilai penjualan minimal Rp 15 juta sebulan masuk kriteria objek pajak.
Mengacu pada batas minimal Rp 15 juta, pedagang nasi bungkus seharga Rp 7 ribu yang bisa menjual 72 bungkus dalam sehari sudah terkena pajak restoran. Sebab, rata-rata omset dalam sehari bisa mencapai Rp 500 ribu dan Rp 15 juta per bulan.
Mengetahui rencana kebijakan tersebut, politisi Partai Demokrat, Mochammad Machmud mengatakan pemkot sudah mendapatkan masukkan (pajak) dari hotel, reklame dan lainnya. Karena itu tidak seharusnya semena-mena terhadap pedagang kecil.
“Sekarang ini pemerintah kota harus memberi peluang supaya tumbuh pesat PKL. Bukan malah menghantui dengan pungutan,” kata Machmud saat ditemui di Gedung DPRD Surabaya, Senin (1/4).
Anggota Komisi C DPRD Surabaya ini membenarkan bahwa pajak boleh saja dipungut, namun tidak lantas membabi-buta. Machmud yang pernah menjabat ketua DPRD Surabaya ini menambahkan, ke depan akan ada indikasi mana saja yang perlu dikenai pajak dan atau tidak. Sehingga PKL bisa lebih tumbuh, dan tidak ada beban.
Bahkan, menurut Machmud, PKL tidak dipungut pajak saja sudah susah. “Hidupnya sudah susah, diobrak-obrak. Apa lagi dipunguti pajak. Harus dipikir ulang,” kata dia.