Situbondo
Komisi IV Sidak ke GS, Pintu Masuk Utama Digembok Pakai Rantai
Memontum Situbondo – Komisi IV DPRD pulang dengan tangan kosong ketika melakukan sidak ke eks lokalisasi gunung sampan (GS), Jum’at (24/5/2019). Pasalnya, saat rombongan dari wakil rakyat itu tiba di lokasi yang diduga menjadi tempat praktek prostitusi itu, gerbang pintu utamanya digembok pakai rantai besi.
Karena itu, Komisi IV tidak bisa masuk. Warga setempat tidak bisa membuka gembok karena kuncinya dibawa Ketua RT setempat. Berdasarkan keterangan salah satu warga yang tidak mau dikorankan namanya, disebutkan bahwa, Pak RT sedang acara keluarga berada di luar kota.
“Kami saja tidak bisa masuk. Harus menunggu pak RT datang kalau mau masuk,” ujarnya.
Ketua Komisi IV, Janur Sasra Ananda mengatakan, pihaknya sangat kecewa tidak bisa masuk ke dalam. Dia mengaku, rombongan sudah memaksa agar diizinkan masuk ke dalam.
“Tapi bagaimana lagi, karena gerbangnya terkunci. Pemegang kunci tidak ada di tempat,” jelasnya.
Janur mengaku, tujuan kedatangannya hanya ingin melihat aktivitas di dalam perkampungan yang dihuni puluhan warga itu. Termasuk berkomunikasi langsung dengan warga sekitar.
“Ingin komunikasi dari hati ke hati. Sekalian menampung aspirasi dari mereka, keluh kesahnya bagaimana. Namun sangat disayangkan tidak bisa melihat kondisi di dalam sana,” kata politisi Demokrat itu.
Karena tidak bisa masuk, akhirnya Komisi IV menuju ke balai Desa Kotakan, Kecamatan Situbondo Kota. Rombongan bertemu dengan kepala desa dan beberapa perangkat.
“Akhirnya, kita menerima masukan dari pemerintah Desa Kotakan terkait dengan tindak lanjut penertiban eks lokalisasi GS,” kata Janur.
Pekan depan, Komisi IV akan berkirim surat kepada Ketua RT setempat, untuk meminta dibukakan akses masuk. Kemudian, Komisi IV juga akan mengagendakan bertemu dengan pihak-pihak terkait untuk membahas penertiban eks lokalisasi GS.
“Kita akan duduk bersama, mendengarkan aspirasi dari berbagai pihak,” pungkas Janur.
Sementara itu, Kepala Desa Kotakan, Suriwan, saat diwawancarai Wartawan Memontum.com mengatakan, pintu utama / gerbang ditutup menjadi bukti bahwa tidak adanya aktivitas praktek prostitusi di dalam. Dia mengaku, pada bulan suci puasa, para penghuni rumah tersebut biasanya pulang ke rumahnya ke kampung halamannya masing-masing.
“Tadi kenyataannya tutupkan,” ujarnya.
Suriwan menambahkan, sebenarnya, tidak ada lokalisasi yang bernama GS di Desa kotakan. Jika melihat peta desa, tidak ada tempat pelacuran GS.
“Yang ada hanya nama Dusun Kotakan Cangkreng, RT 30/RW 11. Jadi, GS tidak ada dalam peta desa kami,” tegasnya.
Masalah dugaan adanya praktek prostitusi di lokasi tersebut, pihaknya tidak menutup mata. Suriwan mengakui hal itu. Makanya, pemerintah desa sudah melakukan upaya-upaya untuk mengurangi aktivitas yang diduga jadi tempat mangkalnya para wanita penghibur di GS.
“Dari sekitar 80an orang yang didata pada tahun kemarin, sekarang sudah berkurang dan tinggal 20. Berarti pemerintah desa sudah berhasil membina secara perlahan melalui pendekatan pengajian rutin” katanya.
Setiap Minggu malam, di eks lokalisasi GS diadakan pengajian serta kegiatan keagamaan lainnya. Makanya, Suriwan tidak terima jika ada anggapan, pemerintah desa melakukan pembiaran.
“Kami rutin mengadakan pengajian setiap minggu dua kali. Saya sangat bersyukur kalau pemerintah daerah ikut membantu kami dalam membina mereka,” harapnya. (im/yan)