Pemerintahan
Dinkesdalduk Trenggalek Antisipasi Siklus DB 5 Tahunan
Memontum Trenggalek – Memasuki musim hujan, Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Trenggalek antisipasi kasus Demam Berdarah yang diketahui mulai meningkat dari tahun sebelumnya.
Seperti yang disampaikan Kepala Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Trenggalek jika Demam Berdarah bersifat Sporadis dan berbeda – beda. Contohnya, yang terjadi saat ini di Kabupaten Trenggalek sudah ada yang menjalani perawatan di Rumah Sakit karena Demam Berdarah.
Untuk angka kematian demam berdarah hingga saat ini belum ada laporan atau nihil. Akan tetapi biasanya pada bulan November Desember sudah memasuki musim hujan, dapat dipastikan kasus demam berdarah akan meningkat hingga bulan Januari Februari mendatang.
“Demam berdarah itu dalam istilah kesehatan adalah endemis. Setiap tahun ada, sepanjang tahun ada dan disetiap tempat juga ada, tidak seperti Hepatitis A yang kadang – kadang terjadi. Tetapi untuk diare, demam berdarah itu sifatnya endemis, ” terang Kepala Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Trenggalek, Dr Sugito Teguh saat dikonfirmasi, Minggu (03/11/2019) pagi.
Pihaknya menegaskan antisipasi yang dilakukan Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Trenggalek adalah jika masyarakat mau bekerjasama dengan melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
Jika sebelumnya PSN dilakukan dengan cara menutup, menguras dan mengubur (3M) plus, sekarang menjadi menutup, menguras, mengubur, mengganti dan menaburkan.
“Kita punya banyak penanganan untuk penyakit demam berdarah. Seperti yang sudah dilakukan di desa – desa itu dibentuk Juru Pemantau Jentik (Jemantik). Dalam hal ini, kita memanfaatkan tenaga dari desa tersebut seperti tenaga Desa, Pramuka dan sekolah. Mereka bertugas untuk keliling memeriksa jentik nyamuk khususnya ditempat – tempat air, ” imbuhnya.
Selain itu juga melakukan penyuluhan dengan menggalakkan Jumat Bersih. Hal ini dilakukan dengan membersihkan tempat – tempat air setiap seminggu sekali dan melihat jentik – jentik menjadi nyamuk.
Tak hanya itu, Fogging (pengasapan) akan dilakukan jika memang terjadi banyak kasus demam berdarah disuatu tempat.
“Kalau Fogging itu yang dibunuh bukan jentiknya, melainkan nyamuk yang menyebabkan demam berdarah, ” kata Teguh.
Sekedar informasi, Fogging dapat dilakukan jika sudah ada Outbreak dalam satu wilayah di tiap RT terdapat 2 kasus demam berdarah. Atau hanya 1 kasus dalam satu wilayah, dengan kasus penderita demam berdarah meninggal dunia. Dan ini sudah menjadi Peraturan dari Kementerian Kesehatan.
“Jika terlalu sering dilakukan Fogging juga berbahaya, karena Fogging ini kan racun. Meski sekarang daya racunnya lebih lemah daripada dulu. Kalau dulu racunnya disebut Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) itu jika mengendap ditanah akan hilang selama 6 bulan sehingga bisa meracuni orang. Dan sekarang memakai Malathion yang bisa hilang sekitar 2 minggu saja, ” tuturnya.
Perlu dipastikan adalah jentiknya saja yang di asli. Artinya jika jentik dibasmi, tidak akan ada nyamuk dan tidak akan ada kasus demam berdarah.
Berdasarkan informasi yang diterima, kasus demam berdarah yang terjadi di Kabupaten Trenggalek tahun 2018 lalu terjadi di Kecamatan Tugu. Namun tahun 2019 ini, kasus demam berdarah banyak terjadi di Kecamatan Suruh.
Kasus Demam Berdarah di Kabupaten Trenggalek dari tahun 2018 ke 2019 mulai ada peningkatan. Akan tetapi tahun 2020 menjadi puncak demam berdarah. Seperti yang diketahui, jika demam berdarah itu setiap 5 tahun sekali akan terjadi peningkatan yang signifikan. Bahkan bisa meningkat hingga 10 kali lipat.
“Tahun 2020 ini merupakan tahun kelima, setelah tahun 2016 kemarin kasus demam berdarah yang cukup besar terjadi di Trenggalek. Makanya kita harus siaga memasuki siklus 5 tahunan demam berdarah tahun depan, ” tegas Teguh. (mil/yan)