Kota Malang
Cawawali PSI, Ali Mutohirin Komitmen Wujudkan Kota Malang sebagai Kota Inklusi
Memontum Kota Malang – Wujudkan Kota Malang sebagai kota inklusi, menjadi salah satu bentuk kepedulian dari Calon Wakil Wali (Cawawali) Kota Malang dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Ali Mutohirin. Hal tersebut, disampaikan dalam diskusi bersama dengan Yayasan Waroeng Inklusi di Sukun, Kota Malang, Kamis (08/08/2024) tadi.
Menurut Ali, dukungan konkret kepada para penyandang disabilitas perlu dilakukan agar nantinya dapat mencapai inklusi sosial yang sebenarnya. “Setiap individu, termasuk penyandang disabilitas, berhak mendapatkan kesempatan yang setara dan merasa diterima dalam masyarakat. Inilah yang menjadi tujuan kita bersama, yaitu menciptakan lingkungan yang inklusif dan ramah untuk semua,” kata Ali.
Tidak hanya itu, di bidang pendidikan, Ali juga mendukung pelatihan bagi para Guru Pendidikan Khusus (GPK). Hal itu dirasa sangat penting untuk melengkapi kompetensi yang memadai, agar mampu menangani anak-anak berkebutuhan khusus dengan baik.
“Kita perlu memastikan pemerataan kompetensi guru sehingga mereka bisa menangani anak-anak disabilitas dengan cara yang tepat. Pelatihan bagi GPK harus menjadi prioritas, karena mereka adalah garda terdepan dalam mendukung pendidikan inklusif,” jelas Ali.
Selain pelatihan, Ali juga menyoroti tantangan yang dihadapi anak-anak disabilitas setelah menyelesaikan pendidikan dasar. Banyak dari mereka yang masih kebingungan mengenai langkah selanjutnya, seperti pekerjaan atau pendidikan lanjutan.
“Anak-anak ini seringkali merasa bingung dengan masa depan mereka. Kita harus menyediakan panduan dan dukungan yang jelas agar mereka bisa merencanakan masa depan dengan percaya diri. Ini termasuk memastikan mereka mendapatkan kesempatan kerja yang layak setelah menyelesaikan pendidikan,” tambahnya.
Lebih lanjut, pada kegiatan tersebut Ali juga menerima masukan dan keluhan dari yayasan dan keluarga penyandang disabilitas. Dalam hal ini, menurutnya perlu adanya perhatian lebih dari pemerintah terhadap kesejahteraan keluarga penyandang disabilitas.
Baca juga :
“Ini adalah tanggung jawab kita bersama untuk memastikan bahwa semua warga Kota Malang dapat hidup dengan martabat dan tanpa diskriminasi. Langkah-langkah yang telah diambil harus diikuti dengan kebijakan yang efektif dan pelaksanaan yang nyata. Kita harus bergerak bersama untuk memastikan inklusi benar-benar terwujud di Kota Malang,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Yayasan Waroeng Inklusi, Afifah, mengungkapkan beberapa kendala yang saat ini dihadapi dalam upaya menjadikan Kota Malang sebagai kota inklusi. Salah satunya adalah minimnya dukungan finansial bagi Guru Pendamping Khusus (GPK) dan ketidaksesuaian antara aturan dan pelaksanaan di lapangan.
“Guru Pendamping Khusus (GPK) saat ini bekerja 36 jam per minggu, namun hanya mendapatkan pembayaran separuh dari sekolah dan separuh dari wali murid. Ini menunjukkan bahwa sistem yang ada belum mendukung inklusi dengan baik,” ujar Afifah.
Selain itu, menurutnya meskipun saat ini sudah ada Peraturan Daerah (Perda) mengenai sekolah inklusi, namun pelaksanaannya masih belum optimal. Banyak sekolah yang belum menerima Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan alasan keterbatasan fasilitas dan sumber daya.
“Inklusi dalam pendidikan harus lebih dari sekadar peraturan, kita butuh pelaksanaan yang nyata. Tanpa tindakan konkret, inklusi akan tetap menjadi sekadar wacana,” tegasnya.
Terpisah, salah satu orang tua dari anak tunarungu, Rizki Amaliah, menyampaikan bahwa ada tantangan yang dihadapi. Yakni mengenai biaya untuk alat bantu dengar dan pendampingan di sekolah menjadi beban yang signifikan bagi keluarganya.
“Kami merasa terbebani dengan biaya alat bantu dengar dan Guru Pendamping Khusus. Sekolah belum memberikan solusi yang memadai, sehingga kami sebagai orang tua harus menanggung beban ini sendirian,” keluh Rizki. (rsy/sit)