Kota Malang

Ciptakan INVEST, FTP UB Angkat Perekonomian Kampung Idiot

Diterbitkan

-

Pelatihan pada para tuna grahita. (ist)

Memontum Kota Malang—-Kabupaten Ponorogo dikenal dengan ikon budaya Reog-nya yang mendunia, serta potensi pertanian, peternakan dan perkebunan yang cukup tinggi. Namun di balik citra tersebut, Kabupaten Ponorogo memiliki penderita Tuna Grahita atau Down syndrom terbesar di Indonesia yang terpusat pada satu titik, yaitu di kecamatan Balong, tepatnya di Desa Karangpatihan dengan 30 penderita tuna grahita. Sehingga desa Karangpatihan dikenal sebagai kampung idiot.

Disisi lain, Desa Karangpatihan juga memiliki tingkat perekonomian dan pendidikan yang masih cukup rendah. Sehingga berdampak kemampuan penyediaan pangan dan gizi bagi masyarakat menjadi sangat kecil. Faktor ini menjadi sumber terus lahirnya mata rantai tuna grahita di desa Karangpatihan.

Hal ini melatari kelima mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Universitas Brawijaya (UB) melakukan inovasi dan terobosan untuk membina para penderita tuna grahita di kampung idiot Ponorogo melalui program kreatifitas mahasiswa bidang pengabdian masyarakat (PKM-M)  berjudul INVEST. Kelima mahasiswa tersebut adalah Ramadhana Alyauma Fatihah (FTP-2015), Satriyo Pandunusawan (FTP-2014), Bima Aria Pradana (FTP-2014), Lia Tri Agustin (FTP-2016) dan Orwela Arum Surtanti (FTP-2016), yang merancang Integrated Vermicultivation And Aquaponik Trickle Gravel System For Independent Village (INVEST), sebagai pengembangan kampung idiot Desa Karangpatihan untuk menjadi desa mandiri pangan berbasis zero waste dibawah bimbingan Dewi Maya Maharani, STP. MSc.

Satriyo Pandunusawan menjelaskan, INVEST merupakan salah satu langkah pemberdayaan masyarakat desa Karangpatihan, khususnya 30 penderita tuna grahita di kampung Idiot, melalui perpaduan tiga program, yaitu budidaya lele, sayur, dan cacing yang saling terintegrasi membentuk kegiatan berbasis zero waste. “Kami merangkul para penderita tuna grahita untuk menjalankan suatu sistem aquaponik budidaya lele dan sawi, guna menghasilkan produk organik yang baik bagi kesehatan. Sementara itu, slury yang diperoleh dari limbah aquaponik, kita manfaatkan sebagai media hidup dari cacing Lumbricus rubellus atau cacing tanah yang biasa digunakan dalam industri farmasi dan kosmetik,” papar Pandu.

Advertisement

Pandu menambahkan, sistem ini relatif mudah dan sederhana, sehingga dapat dijalankan para penderita tuna grahita. Selain itu, juga memiliki nilai ekonomi tinggi, sehingga dapat memberikan manfaat yang besar sebagai langkah pemulihan, sekaligus berpeluang memutus mata rantai Tuna Grahita di Desa Karangpatihan. Diharapkan program ini, secara tidak langsung mampu meningkatkan kesejahteraan dan tingkat ekonomi masyarakat tuna grahita.

“Alhamdulilah program kami telah mendapat dukungan dari berbagai pihak, seperti Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Ponorogo, Badan Pertanian Kehutanan Kabupaten Ponorogo, Dinas Sosial Kabupaten Ponorogo, dan salah satu Industri Budidaya Pengolahan Cacing Lumbricus rubellus tingkat nasional, serta FTP UB. Kami harap, program ini dapat mendorong masyarakat memiliki kemampuan mewujudkan ketahanan pangan dan gizi melalui pengembangan subsistem ketersediaan, subsistem distribusi, dan subsistem konsumsi dengan memanfaatkan sumberdaya setempat secara berkelanjutan,” pungkas Pandu. (rhd/yan)

Advertisement

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker

Refresh Page
Lewat ke baris perkakas