SEKITAR KITA
Diduga Melanggar Perda, PKS Smart Market Cacat Hukum
Memontum Situbondo – Perjanjian kerjasama (PKS) antara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Situbondo dengan CV. Matlamat Agung menuai perhatian Praktisi Hukum, Zainuri Ghazali, dirinya menilai bahwa PKS tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.
“Kalau landasannya Perda Nomor 6 Tahun 2019, perjanjian kerjasama dalam pengelolaan smart market di kawasan ruko Pasar Mimbaan itu, tidak memenuhi syarat. Perjanjiannya bisa batal, dan dibatalkan demi hukum,” ujar Zainuri, kepada Memontum.com, Minggu (14/03).
Kata Zainuri, dalam perda tersebut, pada pasal 61 menyebutkan, bahwa besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil kerjasama ditetapkan dari hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh Bupati.
“Penetapan harga harus melalui tim yang dibentuk oleh Bupati. Jelas disitu pasalnya. Tapi kenyataannya kan tidak ada tim yang dibentuk oleh bupati,” bebernya.
Baca Juga : Bupati Situbondo Hadiri Penyerahan CSR Bank Jatim untuk Sarpras Tiga Pasar dan Ponpes
Zainuri menyayangkan, tindakan Sekda Syaifullah bersama Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian, Abdul Kadir, yang dinilai asal dalam membuat perjanjian kerjasama dengan CV Matlamat Agung.
“Landasan pengelolaan smart market itu dimana? Apalagi, dalam perjanjian itu diktumnya kan tidak jelas, pengelolaan ruko yang mana, tidak disebut,” kata Zainuri dengan nada kesal.
Termasuk juga yang berkaitan dengan besaran pendapatan. Kalau tujuannya adalah meningkatkan pendapatan, yang pasti kerjasama pengelolaan smart market ini justru menyebabkan menurunnya pendapatan Pemda.
“Sebelumnya kan ada 6 unit ruko, masing-masing sewanya sebesar Rp 22 juta per tahun. Ini enam unit ruko dijadikan satu, sewanya hanya Rp 35 juta setahun. Darimana cara berfikirnya, jelas Pemkab dirugikan,” ungkapnya.
Ia menuding, ada potensi tindak pidana korupsi yang dilakukan Sekda bersama Kepala Disperindag terkait dengan aset negara, karena jumlah sewa ruko sebanyak enam unit itu, lebih kecil dari sebelumnya yang mencapai Rp 132 juta per tahun.
“Sekda dan Kepala Disperindag terancam dilaporkan karena adanya potensi tindak pidana korupsi. Termasuk dalam perjanjian itu, tidak ada batasan waktunya,” katanya.
“Apalagi, pengelolaannya katanya berubah menjadi simposium, bukan smart market,” imbuh pria yang berprofesi sebagai Pengacara itu.(her/ed2)