Kota Malang
Founder Komunitas Pejuang Mimpi Rangkul Difabel Wujudkan Impian
Memontum Kota Malang – Menjadi founder komunitas pejuang mimpi, Sri Rahayu, berkomitmen untuk memfasilitasi siapa saja yang mempunyai mimpi, walaupun memiliki keterbatasan. Termasuk, bagi para difabel.
Saat ditemui, perempuan yang kerap disapa Sri, menyampaikan bahwa komunitas tersebut pada awalnya berdiri di bawah naungan komunitas online berbasis aplikasi, yaitu Orami Parenting. Itu berdiri, sudah sejak tahun 2020 lalu.
“Waktu itu, kami inginnya memfasilitasi semua yang mempunyai mimpi tapi punya keterbatasan. Nah, ibu-ibu inikan ada yang single parent, ada yang pejuang ekonomi keluarga, ada juga yang difabel. Mereka inilah yang kami maksud pejuang mimpi. Tapi, memang tidak semua orang itu bisa mewujudkan mimpinya. Karena ada keterbatasan, baik ekonomi, informasi maupun fisik,” jelas Sri, Sabtu (16/12/2023) tadi.
Padahal menurutnya, dengan berbagai keterbatasan yang ada itu, semua bisa untuk meraih mimpi. Namun, lanjutnya mampu mengenali apa yang ada dalam dirinya, seperti kekurangan dan kelebihan yang dimiliki.
“Tentu untuk bisa mengenali siapa diri kita, kita butuh orang lain. Kemudian untuk bisa membantu teman-teman pejuang mimpi ini, butuh jembatan. Di sini lah kami hadir berkomitmen bagaimana caranya kita bisa menyelesaikan permasalahan sosial yang ada di masyarakat dengan bergandeng tangan,” lanjutnya.
Baca juga :
Pihaknya juga menceritakan, bahwa awal mula membuka komunitas tersebut dengan memulai kelas menulis, kelas memasak, kelas modeling, kelas musik, hingga kelas keterampilan. Itu dilakukan karena pihaknya melihat para tuna daksa tidak mempunyai keterbatasan dalam intelijennya.
“Di situ saya memberikan kelas menulis features dan ternyata mereka bisa. Kemudian kita adakan juga kelas memasak. Baru dari situ, saya berpikir kalau ini harus terstruktur. Saya harus benar-benar punya program. Maka kami mantapkan pejuang mimpi untuk mencapai visi misinya itu dengan berfokus di Kota Malang dulu karena kebetulan saya domisili kota,” tuturnya.
Di samping itu, berdirinya komunitas tersebut juga dilatarbelakangi karena pengalaman pribadinya dalam menghadapi keterbatasan fisik sang anak. Apalagi berbagai diagnosa yang disebutkan dokter, membuatnya merasa hancur.
“Anak saya Fz (maaf disamarkan, red), divonis lumpuh dan belum bisa berjalan di usia 3 tahun. Saat itu, saya berinisiatif untuk memasukkannya ke sekolah modeling. Dari situlah saya belajar bahwa di balik keterbatasan yang dimiliki, terdapat potensi yang tidak terduga. Dia bagi saya adalah guru yang mengajarkan saya bagaimana cara untuk sabar. Mengingatkan saya akan kebesaran Tuhan dan segala pelajaran kehidupan lainnya,” ungkapnya.
Lebih lanjut, pihaknya menegaskan bahwa Pejuang Mimpi bukan hanya sekadar komunitas semata. Namun,.juga menjadi cerminan akan kekuatan dalam keterbatasan. Saat ini, disebutkannya sudah lebih dari 50 anak difabel serta orang tua dan pemerhati yang terlibat aktif dalam komunitas tersebut.
“Dari situlah saya percaya bahwa tidak ada satu hal pun yang mustahil dan tidak ada keterbatasan yang mampu mengubur mimpi anak-anak ini. Makanya saya bangunlah pejuang mimpi ini,” imbuhnya. (rsy/sit)