SEKITAR KITA
Hidup Sebatang Kara, Kakek 72 Tahun Berharap Dirawat di Liponsos Surabaya
Memontum Surabaya– Seorang kakek berusia 72 tahun dan diketahui bernama Ismail, mengaku sudah berserah akan hidupnya. Hari-harinya yang dihabiskan sendirian di rumah kos-kosan kecil di Jalan Tambak Pring Barat I no 46, RT3/RW8, Kecamatan Asemrowo, Surabaya, pun tidak banyak yang bisa dirinya lakukan.
Sebelumnya, Ismail hidup berdua dengan sang istri. Namun, belum lama ini atau tepatnya 27 Juli lalu, istrinya meninggal dunia karena Covid-19 dan dimakamkan di TPU Keputih. Kini, hidup Ismail tidak ada yang menemani dan mengaku bila hari bergeser menuju malam, dirinya kesulitan untuk bisa tidur atau memejamkan mata.
Baca Juga:
- Lima Daerah di Jatim Masuk Nominasi Award Peduli Ketahanan Pangan 2024
- HUT 79 Provinsi Jatim, Pj Gubernur Sematkan 10 Lencana Penghargaan Jer Basuki Mawa Beya
- Belum Genap Sepekan Beroperasi, Bus Trans Jatim Koridor V Surabaya-Bangkalan Dilempar Batu
“Kadang, pagi saya jalan-jalan di kampung. Sekadar cari udara segar. Alhamdulillah, kaki saya masih kuat. Hanya napas kadang terasa sesak dan berat. Kalau siang, ya duduk-duduk di dalam kamar,” ujar Ismail, Jumat (13/08).
Di kos-kosan kecilnya atau kamar berukuran 3×4 meter, tidak ada televisi. Sementara kos-kosan itu, adalah hasil dari sumbangan sukarela warga. Sedangkan untuk kebutuhan makan, Ismail mendapat bantuan makanan dari kecamatan. Dua kotak nasi diantar saat pagi, lalu satu kotak lagi saat sore hari.
“Kadang ada tetangga yang datang dan memberi saya air, buah dan sebagainya. Saya sangat berterima kasih, warga sekitar sangat peduli. Bahkan saat istri saya meninggal, selama tujuh harinya sempat digelarkan selametan (tradisi kirim doa untuk orang meninggal, red) sama warga,” ucap Ismail.
Ismail menambahkan, sebenarnya dirinya memiliki anak berjumlah enam orang. Empat perempuan dan dua orang laki-laki. Namun, kedua anak laki-lakinya sudah lama meninggal dunia. Sedangkan anak perempuannya, sudah berkeluarga semua. Hidup terpisah dan jauh darinya. Ada yang di Jember, Palembang dan Jakarta.
“Anak-anak saya sudah coba dihubungi, dibantu oleh warga beberapa kali, tapi tetap tidak terhubung. Sudah lama tidak ketemu. Terakhir tahun 2012, saat menghadiri nikahan anak saya yang bungsu. Setrlahnitu, sampai sekarang belum pernah ketemu lagi,” jelasnya.
Ismail mengungkapkan, kalau dirinya sudah tidak dianggap lagi oleh anak-anaknya. Dia dicap sebagai bapak tiri. Padahal, Ismail merasa dia lah bapak kandung dari anak-anaknya.
Namun, terlepas dari itu semua, sebenarnya Ismail tidak mempermasalahkan. Dirinya hanya ingin berdamai dengan masa tuanya. “Kalau ada tempat yang mau menampung dan merawat saya, alhamdulillah saya akan sangat bersyukur. Karena di Surabaya ini, saya tidak punya saudara. Usia saya sudah tua, sulit bekerja, sudah tidak kuat ngamen seperti sebelumnya,” ungkapnya.
Ismail menambahkan, bahwa sudah ada rencana dirinua akan dibawa ke Liponsos. Namun, hal itu masih belum terealisasi. Mengenai kabar itu, dirinya dapatkan setelah dia mendapat perawatan di RS Lapangan Tembak, karena sempat terpapar Covid-19. Usai sembuh dan pulang ke kos-kosan, Ismail masih menunggu rencana itu.
“Andai benar seperti itu, saya tidak menolak. Tidak perlu menunggu 40 hari istri saya. Barangkali di sana saya ada teman bicara. Barangkali di tempat baru itu bisa saya habiskan dengan memohon ampun. Apalagi, umur saya ini sangat dekat dengan kematian. Saya hanya ingin diberi sisa umur yang cukup untuk bertaubat,” imbuhnya sambil menitikan air mata.
Di tempat terpisah, Ketua LPMK Asemrowo, Moch Widodo, mengatakan bahwa pihaknya prihatin dengan keadaan Kakek Ismail, warga Asemrowo yang bermukim sejak tahun 2000 itu. Karenanya, informasi ini akan disampaikannya ke Kecamatan Asemrowo, sehingga bisa segera ditindak-lanjuti. “Saya berempati. Siapa yang sanggup hidup sendirian di usia yang sudah tidak muda lagi. Apalagi, belum lama ditinggal istri. Beliau selayaknya dibawa ke Liponsos, karena di sana juga memiliki tempat dengan fasilitas penunjang untuk lansia,” papar Widodo. (ade/sit)