Kota Malang
Kakak Lawan Adik Ipar, Ahli Pidana Anggap Dakwaan Tidak Cermat
Memontum Kota Malang — Sidang terdakwa 372-378 KUHP, Timotius Tonny Hendrawan alias Tonny Hendrawan Tanjung alias Ivan alias Apeng, (58), warga Puri Palma V, Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, Senin (29/1/2018) siang, kembali menjalani persidangan di PN Malang.
Kali ini pihak terdakwa menghadirkan saksi ahli pidana Dr Tongat SH MH, ahli pidana UMM (Universitas Muhammadiyah Malang). Menurut Tongat, bahwa surat dakwaan itu sangat penting dalam proses persidangan peradilan pidana. “Maka surat dakwaan itu harus cermat, jelas dan lengkap. Harus menguraikan unsure pasal yang diterapkan,” ujar Tongat.
Terkait Pasal yakng didakwakan Yakni Pasal 372-378 KUHP, memiliki artian yang berbeda. “Pasal 372 KUHP adalah pengelapan dengan terjemahan penyalagunaan hak kepercayaan. Sifatnya sengaja melawan hukum dalam menyalagunakan kepercayaan. Sedangkan 378 KUHP , adalah perbuatan yang bersifat menipu. Dengan maksut menguntungkan diri sendiri dengan cara melawan hukum,” ujar Tongat. Dengan kata lain dalam dakwaan uraian Pasal 372 KUHP dan Pasal 378 KUHP, harus berbeda.
Usai persidangan, Sumardhan SH, kuasa hukum Apeng menjelaskan bahwa dakwaan dari JPU untuk kliennya tidak lah cermat. “Surat dakwaan tidak cermat uraian Pasal 372 KUHP dan Pasal 378 KUHP, dalam dakwaan uraiannya sama. Dakwaan Pasal 372 KUHP, hanya di copy paste. Dakwaanya sama persis titik dan komanya hanya tinggal diganti Pasal 378 KUHP saja. Menurut ahli pidana tadi bahwa uraiannya tidak boleh sama. Apabila itu sama menjadi surat dakwaan cacat hukum maka menjadi batal. Sebab jelas Pasal 372 JUHP dan Pasal 378 KUHP unsurnya berbeda,’ ujar Sumardhan.
Sumardhan juga menjelaskan bahwa sertifikat 102 yang diserahkan sendiri oleh Chandra kepada Apeng, tidak ada unsure hukumnya. “Chandra tidak jadi beli sertifikat 102 tersebut dan dikembalikan ke Chandra dengan sukarela. Ada perjanjian di notaris Nur Afil Surabaya. Ingat sertifikat yang dikembalikan oleh Chandra adalah milik Apeng, masih atas nama Apeng. Dalam dakwaan ada ketimpangan, seolah-olah pada saat pertama, sertifikat tidak pernah diserahkan. Tidak ada unsure hukumnya, tidak ada unsure pidananya kalau diserahkan sukarela oleh Chandra. Selain itu dalam laporan Chandra bahwa Apeng gelapkan 4 sertifikat nominal Rp 4 miliar 240 juta, namun dalam dakwaan yang digelapkan hanya sertifikat 102 dengan nominal Rp 615 juta,” ujar Sumardhan.
Sumardhan mengatakan bahwa pihaknya sudah menjalani pemeriksaan di Kejati terkait laporannya. “Sudah saya sampaikan terkait pengaduan saya. Kejaksaan Tinggi menanyakan dasar laporan saya. Saya jelaskan ada manipulasi data dan prosedur hukum yang tidak dipenuhi. Bahwa penyidik sudah rekayasa tanggal, bulan, tahun. Saksi diperiksa 2009, ditulis Tahun 2016 dan tidak pernah tanda tangan 2016.
Saya minta jaksa diperiksa dan diberikan sanksi. Hukum harus dijalankan dengan profesional ada prosedur jangan mengarang. Kemarin saya minta supaya Kejati lakukan pemeriksaan JPU Hadi Riyanto SH MH,” ujar Sumardhan.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, MS Alhaidary SH MH, kuasa hukum Chandra mengatakan bahwa Apeng adalah adik ipar dari Chandra Hermanto, kliennya. “Waktu itu 4 sertifikat tersebut dijaminkan oleh Apeng di Bank Permata Solo. Karena tidak bisa membayar, 4 sertifikat itu hendak dilelang. Apeng kemudian menjual 4 tanahnya tersebut dan sudah dilunasi oleh Chandra. Jadi hubungan hukum Chandra dengan Apeng terkait 4 sertifikat itu bukanlah hutang piutang dengan jaminan, melainkan hubungan jual beli tanah, semua bukti akte ada. Sudah dibayar lunas oleh Chandra. Sebesar Rp 4, 250 miliar Tahun 2009 ,” ujar Alhaidary. Saat ini masih ada 1 sertifikat yakni no 102 yang masih berada di tangan Apeng. Sementara itu, Apeng mengatakan bahwa tidak ada jual beli melainkan hutang piutang. (gie/yan)