Hukum & Kriminal
Kasus Lahan Puskesmas Ngantang, Alhaidary Surati Bupati Sanusi
Memontum Kota Malang – MS Alhaidary SH MH dan M Yoesuf SH, kuasa hukum Junaidi, warga Perum Griya Asri, Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, melayangkan surat secara resmi kepada Bupati Malang HM Sanusi, Kamis (30/7/2020) siang. Yakni perihal permohonan penjelasan ganti kerugian atas obyek pengadaan tanah Puskesmas Ngantang.
Sebab sampai saat ini Junaidi tidak pernah menjual tanahnya tersebut dan tidak menerima sepeser pun uang pembayaran untuk lahannya yang kini berdiri bangunan Puskesmas Ngantang, di Dusun Sumbergondo, RT 19 RW 06, Desa Waturejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang.
Leter C Desa No. 999, Persil 95, Luas 3.560 M2, sebagaimana Akta Juali Beli (AJB) yang dibuat dan ditandatangani di di hadapan PPATS Kecamatan Ngantang, No. 593/066/WT/III/201`3 tanggal 21 Maret 2013 atas nama Junaidi. Dalam surat itu Haidary mempertanyakan hak kliennya sebagai pemilik tanah.
“Klien kami selaku pemilik tanah, sama sekali tidak keberatan atas pembangunan Puskesmas Ngantang sebagai fasilitas publik oleh Pemerintah Kabupaten Malang. Namun klien kami mempertanyakan haknya sebagai pemilik tanah dan legalitas perolehan hak atas penguasaan Pemerintah Kabupaten Malang atas tanah tersebut. Mengingat klien kami tidak pernah merasa menandatangani maupun memberi kuasa kepada siapapun untuk menandatangani surat atau akta jual beli atau tukar menukar atau pelepasan hak atas tanah miliknya kepada Pemerintah Kabupaten Malang,” ujar Alhaidary, melalui ponselnya Kamis sore.
Terkait ganti kerugian selama ini juga tidak pernah diterima oleh kliennya. “Juga tidak pernah menerima ganti kerugian yang secara hukum merupakan haknya sebagai pemilik tanah atau memberikan kuasa kepada siapapun untuk menerima ganti kerugian dari Pemerintah Kabupaten Malang dalam bentuk apapun,” ujar Alhaidary.
Oleh karena itu pihakny meminta kejelasan Bupati Malang terkait permasalahan ini agar tidak berkepanjangan. ” Kami selaku kuasa hukum Junaidi, agar ada penjelasan yang transparan atas permasalahan ini, agar ada kepastian hukum atas hak dan kewajiban masing-masing pihak dan tidak terjadi polemik berkepanjangan,” ujar Alhaidary.
Sebab jika diterus-teruskan akan menimbulkan kesan buruk bagi Pemerintah Kabupaten Malang.
” Agar tidak menimbulkan kesan publik, adanya dugaan pengadaan tanah untuk pembangunan Puskesmas Ngantang oleh Pemerintah Kabupaten telah merugikan pemilik tanah. Tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Juncto Perpres No. 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum berikut perubahannya. Serta Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Juklak Pengadaan Tanah lainnya,” ujar Alhaidary.
Surat ini ditembuskan ke beberapa tempat diantaranya Gubernur Jawa Timur, Ketua DPRD Kabupaten Malangn Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Malang, Kepala Dinas Pertanahan Kabupaten Malang, Kepala BPKAD Kabupaten Malang,Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Malang, Kepala Puskesmas Ngantang, Camat Ngantang dan Kepala Desa Waturejo, Ngantang serta Junaidi.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, lahan yang saat ini telah berdiri bangunan Puskesmas Ngantang di Desa Waturejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang seluas 3560 meter persegi, ternyata bermasalah.
Sebab Junaidi, warga Perum Griya Asri, Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, merasa tidak pernah menjual tanah miliknya tersebut ke Pemkab Malang bahkan sama sekali tidak menerima sepeserpun pembayaran.
Tanah miliknya tersebut telah berpindah tanpa sepengetahuan dan persetujuannya. Saat ini Junaidi berharap ada keterbukaan informasi dari Dinas Pertanahan Kabupaten Malang bagaimana tanah yang semula miliknya berpindah menjadi milik Pemerintah Kabupaten Malang.
MS Alhaidary SH MH mengatakan kalau lahan tersebut berada di Desa Waturejo dengan luas 3560 meter persegi. Dasar kepemilikan akta jual beli No 593/066/WT/III/2013 tanggal 21 Maret 2013.
“Klien saya menduga ada tindak pidana. Disamping ada penipuan dan penggelapan juga ada tindak pidana pemalsuan. Karena selaku pemilik tanah, tidak pernah menandatangani akta jual beli atau pelepasan hak atas tanah itu kepada Pemkab Malang. Namun tanah itu telah beralih ke Pemkab Malang dan telah dibangun Puskesmas,” ujar Alhaidary, Rabu (22/7/2020) siang.
Diceritakan pada Maret 2017, akta jual beli tersebut dipinjam oleh orang bernama Hari Suhadi, warga Jl Imam Bonjol, Desa Bumiaji, Kota Batu dengan alasan untuk diverifikasi karena mau dibeli oleh Pemkab Malang untuk mendirikan Puskesmas Ngantang.
Baca : Lahan Puskesmas Ngantang Bermasalah, Pemilik Tanah Tidak Pernah Menjual
Setelah dipinjam, kliennya tidak mendapatkan kabar apapun dari Suhadi. Saat itu Junaidi masih bersabar menunggu itikad baik dari Suhadi. Namun hingga enam bulan berlalu, Junaidi tidak mendapatkan kabar apapun, terutama dari Suhadi. Di masa menunggu, Junaidi mendapat kabar kalau tanah miliknya telah terjual dengan harga Rp 420 ribu per meter persegi. Lahannya yang semula seluas 3560 meter persegi, menyusut menjadi 2750 meter persegi setelah diukur ulang.
“Akhirnya klien saya membuat laporan ke Polres Batu pada 26 Februari 2020. Hari Suhadi dilaporkan ke Polres Batu atas dugan melanggar KUHAP Pasal 266, 263, 378 dan 372. Atas pelaporan itu, kata Haidary, Suhadi mengajak damai. Perdamaian itu terjadi secara lisan dengan sejumlah janji-janji manis dari Suhadi. Laporan dicabut sebelum Hari Suhadi diminta keterangan Polres Batu. Namun janji tinggal janji, Suhadi tidak pernah memberikan kejelasan. Pada 20 Juli 2020, Suhadi telah dilaporkan ke Polda Jatim,” ujar Alhaidari.
Baca Juga : Kasus Lahan Puskesmas Ngantang, Penyidik Polda Jatim Cek Lokasi
Klien nya sama sekali tidak pernah mebubuhkan tanda tangan persetujuan jual beli.
“Jelas kami pertanyakan autentikasi tanda tangan yang memberi persetujuan tersebut. Akta pelepasan hak juga tidak pernah memberi kuasa ke orang lain dan tidak pernah merasa mendapatkan uangnya. Kok tiba-tiba tanah terjual ke Pemkab Malang. Rencananya kami akan mengirim surat ke Bupati Malang agar kasus ini tidak berlarut. Kalau kabarnya saat itu tersebut terjual Rp 1,2 miliar,” ujar Alhaidary. (gie/yan)