Kota Malang

Ketua DPC PDI-Perjuangan Kota Malang Tegaskan Pentingnya Komunikasi dalam Penertiban Simbol Parpol

Diterbitkan

-

Ketua DPC PDIP Kota Malang, I Made Riandiana Kartika.

Memontum Kota Malang – Ketua DPC PDI-Perjuangan Kota Malang, I Made Riandiana Kartika, menegaskan pentingnya komunikasi di dalam menegakkan Peraturan Daerah (Perda). Terlebih, dalam melakukan penertiban terhadap simbol-simbol partai politik (Parpol).

Pria yang kerapa disapa Made, itu menyampaikan jika simbol partai itu menyangkut sensitifitas para anggota Parpol. Sehingga, itu perlu untuk dihargai bersama.

“Pada saat ada penertiban, lebih baik sampaikan kepada partai yang bersangkutan, kalau memang itu melanggar. Karena kadang, kita ada perbedaan persepsi dalam menerjemahkan Perda itu. Menurut kita orang partai tidak melanggar, tapi menurut eksekutif melanggar. Nah pelanggarannya dimana, ayo diskusikan, sampaikan,” jelas Made, seusai menghadiri Pembukaan Kegiatan Ujian Kompetensi Wartawan (UKW) di salah satu Hotel Kota Malang, Jumat (17/11/2023) tadi.

Sehingga, Made berharap para penegak Perda ke depan bisa melakukan komunikasi bersama dengan Ketua Parpol dan diimbau agar tidak tebang pilih dalam menertibkan simbol-simbol partai. “Kalau memang mau ditertibkan, lakukan komunikasi yang baik. Jangan melaksanakan aturan dengan kacamata kuda. Komunikasikan lebih dahulu, di telpon ketua partainya. Simbol partai itu sensitif harus dijaga benar,” katanya.

Advertisement

Baca juga :

Hingga saat ini, menurut Made penegak Perda Kota Malang, masih belum melakukan komunikasi bersama mengenai penertiban tersebut. Hanya saja, pemberitahuan itu melalui Bawaslu kepada partai politik.

“Saya ingatkan pada caleg lebih baik diambil (jika menempatkan reklame di tempat terlarang). Tetapi ada pemahaman bahwa boleh (memasang) di lahan privat, lahan pribadi,” tambahnya.

Lebih lanjut, Made juga menyinggung soal reklame Ketua Umum PDI-Perjuangan, yang berada di Jalan Trunojoyo Kota Malang dan dilakukan penertiban oleh Satpol PP Kota Malang. Padahal, menurutnya penempatan itu berada di tanah privat dan persis di pagar rumah simpatisan.

“Nah, seperti ini yang akhirnya menimbulkan perbedaan persepsi. Kalau saya bilang mau ditertibkan, ayo tertibkan semuanya. Kalau kita melanggar, maka kita sepakat ikuti peraturan perundang-undangan. Jangan langsung main hantam. Itu kalau tidak kita cegah, bisa menimbulkan hal-hal yang tidak kita inginkan. Karena fanatisme seseorang lebih berbahaya daripada aturan penegakan aturan itu sendiri,” imbuhnya. (rsy/sit)

Advertisement
Advertisement
Lewat ke baris perkakas