Kota Malang
Mantan Bendahara PT STSA Dicecar Hakim Soal Aliran Uang Rp 2 Miliar
Memontum Kota Malang—Terdakwa dugaan pengelapan uang Rp 2 Miliar, Suparmi alias Nanik Indrawati (53) mantan kasir karyawan PT Sapta Tunggal Surya Abadi (STSA), warga Pondok Blimbing Indah (PBI), Kecamatan Blimbing, Kota Malang, Senin (18/12/2017) siang, akhirnya menjalani pemeriksaan oleh majelis hakim.
Isnurul Syamsul SH M Hum, yang menjadi majelis hakim, tentunya mengejar terkait larinya uang pembebasan lahan tanah di Buring, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang milik Dulrohim. Sebagai kasir, tentunya Nanik dianggap sebagai sosok yang paling bertanggung jawab dalam pengamanan uang milik perusahaan.
Saat itu Nanik cukup kelabakan dikarenakan dia tidak punya bukti kwitansi kemana saja larinya dana pembebasan tanah. Terkait bagaimana uang Rp 2 miliar bisa ditranfer ke rekening Risa, anak Saiman, yang bukan sebagai pemilik lahan. Saat itu Nanik menjelaskan bahwa pihaknya menjalankan perintah Alm Elang.
“Ketua pembabasan lahan itu Alm Elang. Saya menyalurkan uang atas perintah Pak Elang. Saya hanya melaksanakan saja, apa katanya Pak Elang. Saya tidak punya kewenangan menolak Alm Elang, karena jika menolak pasti dianggap memperlambat pembebasan lahan,” ujar Nanik.
Tentunya pernyataan Nanik ini sempat membuat Isnurul, majelis hakim marah dikarenakan uang tersebut milik perusahaan bukan uang milik Nanik.
“Ini yang dipersoalkan ada lebih bayar. Larinya kemana uang lebih bayar itu. Harusnya sebagai kasir minimal mengamankan dan harus ada perhatiannya. Kalau tidak ada kwitansi larinya uang milik pribadi sih tidak papa, tapi ini uang perusahaan pasti dipertanyakan arulnya. Terkait uang yang dikatakan hutang Elang kepada Saiman. Utang itu kan utangnya Pak Elang sendiri atas pembebasan lahan yang lain, kenapa juga dibayarkan dari uang ini,” ujar Isnurul.
Usai persidangan Gunadi Handoko SH MM M Hum, kuasa hukum Nanik, mengatakan bahwa kliennya melakukan pembayaran karena tas perintah Alm Elang.
“Di perusahaan ada kelemahan karena tidak ada SOP, pembayaran pembebasan tanah ya menurut hukum kebiasaan. Tidak ada SOP bagaimana terdakwa dikatakan tidak tepat melakukan pembayaran transaksi. Kasus ini mencuat setelah Pak Elang meninggal. Kalau larinya uang dijelaskan, ada yang melalui transfer dan tunai atas perintah elang. Nanik tidak berani menolak permintaan elang. Terkait pembayaran hutang Elang, terdakwa tidak tahu. Sebab elang yang ngatur. Klien saya baru tahu setelah jadi masalah. Kalau dikatakan ada kesalahan, ini bukan dikasir, namun semua pihak yang terlibat harus bertanggung jawab karena system yang lemah,” ujar Gunadi.
Hani Irwanto, selaku GM PT STSA, mengatakan bahwa Nanik lah yang merekrut Elang dalam pembebasan lahan.
“Tadi dia mengatakan bahwa Alm Elang adalah kepercayaan Pak Adji. Padahal kita ketahui bahwa yang merekrut Elang adalah Nanik. Bagiamana orang yang direkrut lebih dipercaya. Ini jangggal sekali. Di sini yang dipermasalahkan bukan SOP, namun selisih keuangan. Jadi kalau Nanik meminta uang untuk pembebasan lahan, kok ada lebih uang namun uang tidak dikembalikan ke perusahaan. Kalau itu tadi dikatakan atas permintaan Elang dan sebagainya. Hubungannya Elang dengan dia lebih tinggi mana. Logikanya saja dia (Nanik) yang merekrut. Selisihnya Rp 2 M lebih. Kalau tadi dia membenarkan dirinya sendiri wajar, tapi larinya uang harus dipertanggung jawabkan,” ujar Hani.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, Nanik Indrawati alias Suparmi SE telah dilaporkan oleh Ajdi Prayitno selaku Direktur PT STSA. Yakni terkait kasus dugaan penggelapan dalam jabatan mark up uang pembelian tanah di Buring hingga perusahaan merugi sebesar Rp 2 miliar. Bahkan atas laporan itu, Nanik kini sudah ditetapkan sebagai tersangka, Nanik didakwa Pasal 374 KUHP jo 55 ayat 1 ke 1, Subsider Pasal 374 KUHP Junto 56 KUHP, atau Pasal 378 KUHP Jo 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Uang yang diajukan ke direksi sebesar Rp 4,7 miliar namun yang dibayarkan ke pemiliklahan hanya 2,7 miliar. (gie/yan)