Blitar
Pasar Templek Bertahun-tahun Masih Semrawut
Memontum Blitar–Penataan pedagang di sejumlah pasar tradisional di Kota Blitar sampai sekarang masih belum optimal dan kelihatan semrawut. Kendalanya, alokasi anggaran untuk penataan pasar tradisional minim hanya sekitar Rp 4 miliar dalam satu tahun.
Salah satunya penataan pedagang di Pasar Templek, Kota Blitar, masih kelihatan semrawut, banyak pedagang yang memilih berjualan di pinggir jalan. Kondisi tersebut membuat jalan Kacapiring di lokasi tersebut menyempit. Padahal jalan tersebut digunakan untuk kendaraan dua arah. Bahkan, terkadang kendaraan harus berjalan bergantian saat kondisi pasar ramai.
Pemerintah Kota Blitar berencana menata pedagang di Pasar Templek, bahkan sudah mengusulkan dana bantuan untuk menata pedagang di Pasar Templek ke pemerintah pusat. “Kami mengajukan anggaran Rp 10 miliar ke pemerintah pusat untuk penataan pedagang Pasar Templek”, kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Blitar, Arianto, Selasa (31/10/2017).
Lebih lanjut Arianto menyampaikan, kalau dana bantuan turun pada 2018 mendatang, maka penataan pedagang Pasar Templek dilakukan tahun itu juga. “Anggaran tersebut untuk memperbaiki tempat jualan para pedagang di dalam pasar. Para pedagang yang berada di luar akan ditertibkan di dalam”, jelas Arianto.
Banyak kios pedagang di dalam pasar dibiarkan kosong oleh pemiliknya. Pedagang memilih berjualan di luar pasar. “Sekarang kondisi pasar tradisional sepi, kalah sama online,” tandasnya.
Dari 9 pasar tradisional di Kota Blitar, hanya beberapa yang masih ramai. Diantaranya, Pasar Pon dan Pasar Legi. Sementara pasar lainnya, seperti Pasar Wage dan Pasar Pahing, banyak kios di dua pasar tersebut kosong.
“Pada 2018 mendatang, kami akan mengadakan gebyar pasar tradisional. Kegiatan ini untuk meramaikan kembali pasar tradisional”, ujar Arianto.
Sementara, Ketua Komisi II DPRD Kota Blitar, Yohan Tri Waluyo mengaku, sudah bertahun-tahun kondisi pedagang di pasar tradisional semrawut. Seperti yang terlihat di Pasar Tempek. Menurut dia, kondisi pedagang Pasar Templek yang berjualan di pinggir jalan sudah berlangsung lama. Apalagi saat pagi hari, para pedagang meluber sampai jalan raya.
“Kondisi itu sudah berlangsung bertahun-tahun. Penataan para pedagang memang harus segera dilakukan,agar pasar tradisional tertata rapi” kata Yohan Tri Waluyo.
Selain itu, penataan pedagang di Pasar Wage dan Pasar Pahing juga belum optimal. Akibatnya, banyak pedagang yang enggan menempati kios di dalam pasar. Kondisi pasar menjadi sepi.
“Kami sudah sering meminta Disperindag untuk menata pasar tradisional, tapi kendalanya soal anggaran”, tandas Yohan. Menurut Yohan, selama ini alokasi anggaran untuk Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Blitar hanya Rp 4 miliar per tahun. Anggaran tersebut termasuk belanja langsung untuk gaji para pegawai. Belum lagi, dikurangi untuk kegiatan lain. Otomatis anggaran khusus untuk penataan pasar tradisional kecil. Disperindag hanya mengandalkan dana bantuan dari pemerintah pusat untuk penataan pasar tradisional.
“Karena kecilnya anggaran, maka renovasi Pasar Legi yang terbakar setahun lalu sampai sekarang masih terbengkalai. Karena pembangunannya menunggu dana bantuan dari pemerintah pusat”, pungkas Yohan.
Menanggapi Komisi II DPRD Kota Blitar, Kepala Disperindag Kota Blitar, Arianto mengakui, jika beberapa kios di Pasar Wage masih kosong. Pasalnya sejumlah kios di Pasar Wage diperuntukkan bagi pedagang eks pasar ikan, yang berada di timur Kantor Wali Kota Blitar. Eks pedagang di pasar ikan direlokasi setelah ada pembangunan Taman Pecut di wilayah itu. Namun, ternyata sebagian besar pedagang sudah memiliki tempat jualan sendiri dan belum menempati kios di Pasar Wage.
“Kami akan berkoordinasi dengan koordinator pasar, kami minta pedagang segera menempati kios. Kalau tidak ditempati dan dibiarkan kosong, kami bisa mencabut izin penempatan kios”, tandas Arianto. (jar/yan)