Kota Malang
Paslon SAE Imbau Pengemudi Mikrolet dan Taxi Online Tetap Akur
Memontum Kota Malang—-Sejak lahir moda angkutan umum berbasis on line. Sejak itupula tertanam bibit perselisihan antara pengemudi angkutan umum konvensional dengan pengemudi angkutan on line. Dua kelompok pengemudi ini sering bersitegang dijalan raya demi mempertahankan pendapatan masing masing.
Wajah angkutan umum di Kota Malan didominasi oleh mikrolet. Jurusannya dituliskan dengan singkatan nama tempat misalkan AG untuk jurusan Arjosari- Gadang, LDG untuk Landungsari-Dinoyo Gadang. Kalaupun ada moda transportasi lain seperti taxi, ojek dan becak jumlah terbatas.
Tidak dipungkiri bahwa selama ini sering kali terjadi ketegangan antara kendaraan umum konvensional dan yang pakai gadget. Beredar broadcast digrup dan sosial media tentang adanya sweeping yang dilakukan para pengemudi mikrolet terhadap taxi online, pemukulan terhadap sopir Gojek, bahkan beberapa rumor perusakan kendaraan.
Padahal sebagian masyarakat Kota Malang ingin mendapatkan jasa transportasi yang aman, nyaman, dan terjangkau. Maka jawaban untuk warga Kota Malang yang ingin ada peremajaan moda transportasi adalah lewat transportasi online.
Alasan masyarakat Kota Malang memilih moda transportasi on line. Pertama karena tarif lebih murah. Lalu faktor pelayanan yang baik dan ramah menjadi pertimbamgan penyebab berpindahnya konsumen ke jasa angkutan online.
“Mikrolet yang nyetirnya suka ugal-ugalan, ngetem yang lama, panas, bau keringat, copet, menjadi masalah berikutnya termasuk halte, kelayakan kendaraan, pungli, trayek dan jurusan tidak menjangkau seluruh wilayah Kota Malang,” urai Usman warga Kecamatan Klojen yang suka memakai jasa transportasi on line saat bepergian.
Kata Usman, pemerintah harus segera mengambil jalan tengah seadil adilnya untuk pelaku usaha angkutan umum konvensional dan on line. Apalagi tujuan berusaha untuk mendapatkan penghasilan bagi keluarganya masing masing.
“Harapan kita setelah Pak Sutiaji terpilih menjadi Walikota Malang bisa menyelesaikan masalah ini. Pengemudi mikrolet tidak merasa kehilangan rejekinya. Lantas pemgemudi taxi on line tidak merasa merebut rejeki pengemudi mikrolet dan taxi konvensional,” ucap Usaman.
Menyikapi persoalan perselisihan antara pengemudi mikrolet dengan pengemudi taxi on line. Calon Walikota Malang nomor urut 3, Sutiaji-Sofyan Edy Jarwoko (SAE) berharap agar kedua belah pihak saling menahan diri dan saling menghormati dan mematuhi semua keputusan musyawarah serta tetap akur dalam bekerja.
“Kedatangan angkutan online merupakan sebuah keniscayaan atas berkembangnya teknologi. Meski demikian, keberadaan taksi konvensional tidak bisa dihilangkan begitu saja. Kita harus duduk bersama dan bermusyawarah untuk mencari jalan keluar,” ujar Sutiaji.
Konflik antara pengemudi angkutan konvensional dan angkutan online di Kota Malang untuk sementara teratasi oleh adanya zona larangan operasional untuk angkutan berbasis aplikasi online.
Angkutan berbasis online dilarang mengambil dan atau menarik penumpang pada lokasi perhotelan, mal, stasiun, terminal, tempat hiburan, pasar, rumah sakit, jalan yang dilalui angkutan kota.
Data dari Dinas Perhubungan Kota Malang menyebutkan, terdapat 2.192 izin trayek dengan 25 jalur. Untuk taksi, sekitar 450 unit taksi dari empat perusahaan yang beroperasi di Malang. Untuk angkutan online, yang mulai beroperasi, adalah Go-Jek dan Grab.
Kata Sutiaji, paslon SAE menaruh perhatian besar untuk mengatasi dua kepentingan ini, dengan mempertimbangkan solusi bersama meliputi peremajaan angkutan kota, penataan kembali trayek, penataan biaya perijinan, standardisasi pelayanan dan mengatasi terjadinya pungli di jalan raya.
“Semua kebijakan harus dimusyawarahkan bersama stakeholders dengan tujuan akhir kemanfaatan bersama bagi warga kota Malang,” pungkas Sutiaji. (man/yan)