Blitar
Penasehat Hukum dr Soepriyo Tetap Ajukan PK
Memontum.com– Surat salinan putusan dari Mahkamah Agung (MA) Nomor:306/MA/Pid/2017 tanggal 26 April 2017, hingga saat ini belum diterima oleh Pengadilan Negeri Blitar. Surat tersebut terkait putusan dr Soepriyo Iman, Sp Og yang dijerat dengan pasal 279 KUHP tentang pernikahan yang tidak ijin istri sebelumnya.
Menurut Imam Syafi’i, SH MH, Kuasa hukum dr Soepriyo Iman, kasus yang menimpa kliennya ada kejanggalan. Sebab ekseksusi terhadap kliennya, tidak sesuai dengan pasal 270 Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu, pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh Jaksa. Untuk itu panitera mengrimkan salinan surat putusan kepada Jaksa.
“Kami menilai, bahwa klien kami menerima perlakuan yang tidak menyenangkan dalam pelaksanaan eksekusi yang dilakukan Kejaksaan Negeri Blitar”, kata Imam Syafi’I, Jumat (26/1/2018).
Lebih lanjut Imam Syafi’i menyampaikan, pihak keluarga dan juga Penasehat Hukum juga Pengadilan, sampai saat ini belum menerima salinan putusan dari MA.
“Kalau belum ada salinan kok sudah dilakukan eksekusi, ini kan tidak sesuai undang-undang,” jelas Imam Syafi’i.
Sesuai dengan pasal 270 KUHAP, bahwa eksekusi bisa dilakukan jika sudah ada salinan pengadilan. Untuk itu kliennya tetap akan mengajukan PK, meski belum turun salinan putusan. Karena sudah terlanjur dizalimi dengan eksekusi ilegal yang dilakukan kejaksaan. Selain itu, karena semata mata untuk mencari keadilan.
“Kejaksaan sudah sewenang-wenang mengeksekusi klien kami, karena hanya berdasar petikan putusan, bukan salinan putusan. Tentu saja ini harus kami sikapi dengan segera mengajukan gugatan PK”, tandasnya.
Alumni Ilmu Hukum Pasca Sarjana Unair ini menambahkan, sejak awal penanganan kasus ini terasa janggal dan mencurigakan, Namun pihaknya siap melayani dengan tata cara yang tidak melanggar hukum. Dia mengaku akan mengajuan PK dengan menyertakan bukti baru (novum) tidak ada batas waktunya. Bisa dilakukan kapan saja.
“Idealnya PK diajukan setelah kami mempelajari semua isi salinan putusan MA”, ujar Imam.
Menurut Imam, apabila hanya petikan yang turun, itu dapat dilakukan terhadap terdakwa yang berada dalam Lembaga Permasyarakatan (LP). Sementara dr Soepriyo dinyatakan bebas oleh Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya sebelum mendapatkan putusan dari MA.
“Kalau selama ini, klien kami berada di dalam tahanan dan belum menerima putusan bebas dari PT, kami terima eksekusi tersebut. Tapi ini klien kami kan ada diluar. Seharusnya eksekusi menunggu surat salinan putusan dari MA”, tegas Imam Syafi’i.
Untuk memepercepat proses PK ini, pihaknya juga sudah menghubungi MA, untuk segera mengirimkan surat salinan putusan MA ke Pengadilan Negeri Blitar.
“Bila surat salinan tersebut dinilai lamban turunnya, maka tidak menutup kemungkinan, pihak kami akan menjemput bola dengan mendatangi MA”, tandasnya.
Sementara Kepala Seksi (Kasi) Intelejen Kejaksaan Negeri Blitar, Syafi Handari, SH, MH mengatakan, eksekusi yang dipimpin Kasi Pidum, Milono, SH terhadap dr Soepriyo Iman Sp Og sudah sesuai peraturan. Pihaknya sudah menerima kutipan salinan putusan MA yang digunakan sebagai dasar untuk pelaksaan eksekusi. Kutipan putusan ini juga sudah diterima oleh tersangka, dr Soepriyo Iman serta Penasehat Hukumnya.
“Kalau tidak sesuai prosedur tentu Kejaksaan tidak berani melakukan eksekusi. Karena tersangka juga sudah menerima petikan putusan, maka kita lakukan eksekusi”, jelas Syafi Handari,
Apabila tidak ada petikan putusan, lanjut Syafi Handari, maka pihak Lembaga Permasyarakatan (LP) tidak akan menerima tersangka. Saat ini tersangka sudah dititipkan di LP Kelas II B Blitar untuk menjalani sisa masa tahanan dari 1,3 tahun yang diputuskan oleh MA.
Terpisah, Kepala Pengadilan Negeri Blitar, Agus Suhendro, SH,MH mengaku, bahwa pihaknya memang belum menerima surat salinan putusan dari Mahkamah Agung (MA) nomor putusan MA, Nomor:306/MA/Pid/2017 tanggal 26 April 2017.
“Kami sudah menerima petikan putusan yang juga ditembuskan pada Kejaksaan Negeri Blitar.
Namun kami belum menerima surat salinan putusan dari MA”, ungkapnya.
Belum turunya surat salinan putusan tersebut, menurut Agus, tidak mempengaruhi pelaksanaan eksekusi, karena eksekusi merupakan ranah kejaksaan.
“Belum turunya surat salinan putusan MA, tidak berarti membatalkan pelaksaan putusan terhadap terdakwa”, kata Agus.
Menanggapi pengajuan PK yang dilakukan oleh Tim Penasehat Hukum dr Soepriyo Iman, pihaknya mengaku tidak menolak. Namun pengajuan PK tersebut, baru bisa dilaksanakan apabila surat salinan putusan dari MA sudah turun.
“Kami tidak menolak pengajuan PK, namun kami menyarankan agar dilakukan setelah surat salinan putusan turun. Karena turunya surat salinan putusan ini, akan disertai berkas perkara yang telah diputuskan”, papar Agus.
Agus menambahkan, untuk pengajuan PK, harus menunggu salinan putusan serta berkas dikirim oleh MA ke Pengadilan Negeri Blitar.
“Kalau belum ada berkas yang kami terima, maka apa yang akan kami kirimkan ke MA”, tegasnya. (jar/yan)